Rabu, 27 Juni 2012

Palestinaku, Palestinamu juga Tuan....!



Pagi ini saya sempatkan menonton berita. dan tak dinyana, beritanya tentang serangan brutal Israel ke Palestina. tepatnya di jalur Gaza. Menggugah hati saya untuk mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini saya pendam kala menyaksikan kejahatan ini.




Dalam berbagai persyarikatan persekutuan yang mengatasnamakan kemanusiaan, jarang sekali mengemuka nama bangsa Palestina. Bangsa tersebut seolah tenggelam dalam lautan kebisingan dunia. Tersisih dari teropong media. Kalaupun bangsa itu disebut dalam sebuah berita, bukan lain dan tak bukan hanyalah nestapa. Seraut wajah bocah mungil menggenggam kerikil melawan tank dan bayonet dari kebengisan tentara Israel yang semenjak 60 tahun silam menduduki tanah moyang mereka tanpa alasan. Mereka terusir dari rumah mereka dan melihat kepongahan bangsa biadab itu memereteli kekayaan alam Palestina dan merampas tanah, rumah serta ladang mereka. Kemerdekaan bangsa Palestina direnggut begitu saja.




Sebelumnya saya hendak mengajak tuan-tuan sekalian berlabuh sejenak untuk bertamasya ke neraka bernama Palestina itu.




Sebelum perang dunia II meledak pada medio 1940-1948, Palestina adalah sebuah negeri subur, makmur, gemah ripah loh jinawi. Di dalamnya terdapat 3 agama yang hidup saling mengasihi dan menghormati. Islam, Kristen dan Yahudi. Kenapa 3 agama itu ada disana? Wajar. Karena disana terdapat 3 pusat peradaban dari ketiga agama tersebut. Al Aqsa, Yerusalem dan Tembok ratapan. Ketiganya adalah agama samawi. Punya rasul, nabi dan kitab suci. Muhammad, Isa dan Musa. Bertiga, umat tersebut memegang teguh ajaran tentang cinta kasih yang tertulis dalam Al Qur’an, Injil dan Taurat (yang dalam hal ini diwakilkan dalam ten commandements). Tidak hanya itu. Kekayaan alam Palestina adalah salah satu yang terhebat di dunia. Palestina adalah negeri penghasil zaitun terbaik yang pernah ada. Kebun-kebun mawarnya mensuplai eropa dan dunia untuk kebutuhan asmara dan keperluan sehari-hari sebagai penghias rumah mereka. Sempurna.




Tapi malapetaka itu datang kala Jerman dengan Nazi/ Hittler memburu bangsa Yahudi di semenanjung Eropa dan seluruh dataran biru itu. Entah apa maksudnya melakukan itu. Menurut data PBB sebanyak 6 juta Yahudi harus pulang ke alam baka. Mereka dikirim secara ekspres menggunakan camp konsentrasi. Tapi terus terang saya meragukan data tersebut. Secara logika, camp konsentrasi itu hanya mampu menampung sekira 750 orang perhari, sementara pendudukan Nazi Jerman hanya 3 tahun. Kalau dikalkulasi secara matematis dan hanya jika camp tersebut bekerja siang malam tanpa jeda, maka total Yahudi yang dikirim ke alam baka hanyalah 750 ribu orang!!! Lantas yang 5 juta 250 ribu lainnya didapat dari mana???




Oke, saya tak hendak membahas data konyol itu, karena tak ada lawan debat disini, percuma juga akhirnya. Karena para ahli sejarah seolah bungkam kalau sudah menyangkut teori Holocaust. Teori Holocaust merupakan teori (yang menurut saya) adalah teori paling bodoh sepanjang sejarah peradaban manusia. Kalau ada dari tuan sekalian yang memiliki data yang mendukung teori Holocaust tentang korban Yahudi, bolehlah kita bertemu dan beradu logika. Sekali lagi SECARA LOGIKA. Karena saya adalah orang yang berakal sehat, dimana segala sesuatu haruslah berdasarkan bukti dan logika yang kuat, bukan data yang berasal dari ahli nujum!!




Kembali ke Palestina.




Negeri malang tersebut kini haruslah berbagi daerah dengan Israel. Sebuah negara yang sebelum perang dunia kedua sama sekali tidak ada dari peta dunia, kini muncul dengan segala kecanggihan teknologinya. Ya, untuk yang terakhir itu tentu saja didapat dari patron dekat mereka, Amerika. Mereka tidak hanya menjajah dan merampas hak-hak rakyat Palestina, tetapi juga membunuh anak-anak dan para wanita. Sungguh diluar batas kemanusiaan. Apa yang dilakukan dunia melihat semua itu? Hanya Diam, tuan. Ya, hanya diam seribu bahasa.




Sejenak kita keluar kotak, kita lihat kasus yang skala kekejamannya jauh dibawah Israel. Kita ambil contoh tragedi menara kembar di World Trade Center, yang konon menelan korban jiwa sebanyak 3000 jiwa. Apa yang dilakukan dunia? Semua mengutuk, mengecam bahkan menjadikan Islam sebagai setan yang harus dilawan dengan rapalan mantra. Mantra yang bernama terorisme. Label itu melekat erat disetiap jidat muslim di seluruh dunia, untuk sebuah tragedi yang kebenarannya masih tanda tanya. Logika saya kembali berbicara: apakah mungkin, sebuah negara adidaya, dengan segala kecanggihan tekhnologinya, mampu diobrak abrik oleh segelintir orang bersenjatakan pisau?? Tak jelas apakah yang melakukannya adalah seorang manusia biasa atau manusia setengah dewa hingga mampu meledakkan gedung pentagon yang super canggih itu. Logika sehatku berkata: ini adalah lelucon yang sama sekali tak lucu.




Kita kembali ke Palestina.




Ada berapa juta rakyat Palestina yang telah dibantai Yahudi Israel selama masa pendudukan hingga saat ini? 10, 100, 1000 atau 3000 kah? Total data yang saya punya adalah sebanyak 17 juta rakyat Palestina meninggal dunia akibat kebiadaban Israel. Dari jumlah itu sebanyak 30% adalah pemuda, 40 % wanita dan sisanya adalah ANAK-ANAK!! Adakah tindakan dari dunia untuk menghentikan kebiadaban ini?? Tidak ada sama sekali. Semua bungkam, Tuan!!




Sekarang kita berlogika yang lebih cerdas.




Kalau pendirian negara Israel adalah akibat Holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman, kenapa harus rakyat Palestina yang menanggungnya??? Kenapa tidak mendirikan negara baru di Jerman saja sebagai pelaku Holocaust??? Dari pandangan hukum negara manapu di dunia ini, pelaku kejahatanlah yang harus menanggung sanksi. Apa salah rakyat Palestina hingga mereka harus menanggung dosa Jerman dan Hittler??? Logika macam apa ini???



Sekali lagi saya katakan, rupanya dunia sudah tidak memiliki pemimpin yang cerdas dan berani untuk berlogika semacam itu.




Yang menjadi persoalan kritis adalah, Palestina terpecah kedalam 2 faksi: Hamas dan Fatah. Mereka tak bersatu.




Hamas dengan teguh meyakini bahwa Israel tidak ada dan tidak boleh ada di Palestina. Mereka berjuang dengan keras tanpa henti menolak ketidak adilan ini. Sedangkan Fatah adalah faksi moderat. Menyetujui dan mengakui Israel. Seraya mengemis pada Amerika untuk diberi kemerdekaan dengan format “two state solutions”.




Entah mana yang terbaik bagi rakyat Palestina, namun Fakta mengatakan bahwa rakyat Palestina menolak adanya negara Israel. Hal itu terbukti dari pemilu yang dilakukan beberapa tahun lalu, dan dimenangkan oleh Hamas. Sayang, kemenangan suara rakyat itu ditolak oleh Amerika. Dengan dalih bahwa Hamas adalah teroris, maka suara rakyat Palestina dinegasikan. Fatah yang selama ini pro-Amerika/Israel tetap memegang kendali pemerintahan.




Sekarang izinkan saya berpendapat dan menyampaikan pandangan saya, Tuan.




Dalam pandangan saya pribadi, saya lebih condong sepakat dengan perjuangan Hamas. Seketika ini saya teringat perkataan Lenin dihadapan masyarakat Bolshevik sesaat sebelum meletus revolusi yang menjatuhkan Tsar yang tamak dan bengis dari singgasananya, yaitu: “tak ada kedamaian yang bisa didapat tanpa mempermaklumkan kekerasan”.




Saya pikir sudah cukup kebengisan Israel ditanah Palestina. Sudah saatnya Fatah dibubarkan dan melebur bersama Hamas mengangkat senjata. Tidak perlu ada belas kasihan terhadap Yahudi Israel. Percayalah bahwa di halal kan membunuh mereka. Tidak perlu takut dosa. Itu urusan belakangan. Yang penting adalah melakukan kekerasan sekeras mungkin pada Israel, sebisa mungkin membalas kekejaman mereka dengan kekejaman yang lebih dahsyat untuk menunjukkan bahwa tanah Palestina adalah hak rakyat Palestina. Berapa nyawa yang dibutuhkan untuk itu?? Sebelumnya saya memohon maaf bila data yang saya sajikan ini kurang berkenan dihati tuan sekalian, namun ini adalah data faktual dari sebuah perjuangan. Stalin pernah menghabisi 20 juta rakyat Sovyet untuk menegakkan Komunisme di Rusia, Mao Tze Tung membunuh 30 juta rakyat China dalam revolusinya, Pol Pot menebas 2,5 juta jiwa dalam satu ladang untuk memerahkan Vietnam. Semua dilakukan (saya yakin) tanpa rasa takut dosa, apalagi neraka. Sekali lagi itu urusan belakangan. Tepikan rasa belas kasih dalam perjuangan klas semacam ini. Saya pikir 15 juta rakyat Israel dibantai secara masiv pun bukanlah angka yang mengejutkan bagi saya. Itu normal dalam sebuah upaya perjuangan Klas. Sangat normal. Mengingat mereka adalah penjajah. Coba tanyakan Bung Tomo, juang kemerdekaan kita, apakah beliau-beliau itu takut dosa saat menembaki ribuan tentara Belanda hingga mati dan mengusirnya dari Indonesia?? Seandainya beliau-beliau masih hidup pasti akan berkata: “itu urusan belakangan, yang penting merdeka dulu”




Sekali lagi saya katakan dan tekankan, bahwa kedamaian hanya ada di ujung bayonet ( Kim Jong Il). Tegakkan pemerintahan yang bersifat Diktator Proletariat untuk mencapai tujuan besar, yaitu kemerdekaan bangsa Palestina. Singkirkan semua pengecut yang ada. Tak berguna mereka hidup. Hanya jadi pengemis kemerdekaan. Pergunakan pemuda-pemudi Palestina untuk berjuang atas hak mereka. Alam ini hanya disediakan untuk mereka yang tangguh, kuat dan tidak cengeng!! Hanya yang terkuat yang akan bertahan.




Sekiranya memungkinkan bagi saya untuk berbicara secara langsung pada rakyat Palestina, maka saya akan berkata: “ ini tanah moyang kalian, bukan moyang eropa. Menangis adalah perjuangan terlemah untuk mereka yang penakut dan saya tahu itu bukan sifat kalian. Kalian adalah pejuang yang tangguh. Bersikaplah layaknya Salahuddin Al Ayyubi. Seorang ksatria Islam yang telah memperjuangkan tanah ini untuk kalian. Angkat senjatamu. Habisi setiap Yahudi Israel yang kalian temui. Jangan dengarkan rintihan permintaan ampun mereka. Ingat!! Mereka tak pernah berbelas kasihan pada kalian, mengapa kalian harus mengasihi mereka?? Sudah cukup kata kasihan membelenggu kalian. Saatnya senjata berbicara, buktikan bahwa bayonet juga punya mulut yang bisa bicara dan tunjukkan pada dunia, Klas bangsa kalian yang sesungguhnya...”




Untuk yang terakhir dalam catatan saya. Izinkan saya sampaikan pada tuan sekalian, bahwa saya tidak sekali-kali menyukai kekerasan dalam penyelesaian persoalan. Namun khusus untuk Palestina ini, saya benar-benar geram dan habis logika. Israel telah membantai rakyat tak berdosa Palestina, membakar ladang-ladang mereka, memperkosa wanita-wanita mereka, membunuh anak-anak mereka selama kurang lebih 60 tahun terakhir ini........ 60 tahun, Tuan!!!......... Itu bukan waktu yang singkat. Bayangkan bila tuan berada dalam posisi mereka. Sanggupkah tuan menanggungnya?? Menyaksikan istri tuan diperkosa didepan mata, menyaksikan anak-anak tuan yang senantiasa tuan kasihi ditembak dihadapan tuan??




Saya mungkin hanyalah seriak kecil ditengah buih samudera. Tak ada arti. Namun catatan ini melukiskan betapa marahnya saya terhadap ketidak adilan dunia dan kekerdilan berpikir pemimpin dunia Islam. Maka izinkan saya bertanya, jikalau negara muslim dengan syariat Islam bersatu dan memungkinkan untuk menggulingkan Israel, mengapa tak segera dilakukan??. Jangan hanya berunding dimeja makan, tapi tak menghasilkan apapun kecuali kata Prihatin. Akan tetapi jika negara-negara Islam dengan syariatnya tak mampu tegak membela bangsa Palestina, biarkan rakyat Palestina mengambil teladan dari mereka yang telah berhasil memperjuangkan klas, selayak Lenin, Stalin dan Mao dalam perjuangannya. Atau mencontoh ksatria besar tanah itu yang bernama Sultan Saladin.




Ingatlah tuan, Palestina itu adalah Palestina kita juga. Meski mereka terpisah jarak ribuan kilo dari tempat duduk tuan yang nyaman, mereka adalah kerabat jauh kita juga. Rasalah kepedihan mereka. Sila mengecam tulisan saya ini jikalau merisaukan hati tuan. Tapi tolong jangan hentikan do’a dan dukungan tuan sekalian untuk mereka, Rakyat Palestina. Saudara kita.










Sekian.





Selasa, 19 Juni 2012

Jalan itu (ternyata) panjang dan berliku tajam..

Sudah lama saya tak corat coret diblog, terutama setelah ada kebijakan untuk menutup seluruh akses socmed melalui proxy, riwayat blog saya nyaris tamat..

hehe

Hampir 1,5 bulan saya tak memposting tulisan. Jemari rasanya kaku semua. Pikiran rasanya mandeg. Dulu, sehari saya bisa memposting 3-4 tulisan. Jadi ketika aksesnya tertutup, maka saya pun susah membiasakan diri untuk tak menulis.

Beruntung saya punya akun twitter..

Kebiasaan saya menulis sedikit tersalurkan disana. Saya dapat berkicau mengenai konsep gagasan. Tentang Nasionalisme, Politik, Sains dan Agama..

Nah, yang terakhir saya sebut ini yang hendak saya bahas menjadi pokok pikiran tulisan saya kali ini.

Awalnya saya tak begitu intens menyuarakan agama. Bagi teman-teman yang mem-follow saya sejak awal mungkin tahu bahwa kicauan saya tidaklah sekental saat ini saat membahas tentang Agama. Biasanya saya nge-twit soal keseharian, tips pertanian (maklum saya kan petani), juga aktifitas saya di Organisasi. Tak jauh dari itu.

Tapi beberapa pekan terakhir ini saya merasa tertantang untuk bersuara dan mengangkat tema Islam dalam twit-twit saya. Why?

Saya mulai resah dengan gencarnya gerakan yang bertajuk Jaringan Islam Liberal (JIL). Saya tertarik untuk meng-counter pemikiran JIL ini semenjak Ulil menjawab pertanyaan dari Followernya mengenai Tattoo, dimana dia menjawab bahwa Tattoo diperbolehkan dalam Islam. What?!!

Belum lagi gagasannya yang mendorong kawin beda Agama.. Hmm.. Ini kalau diteruskan, bukan tidak mungkin anak-anak saya kelak yang akan jadi korban.. Naudzubillah summa naudzubillahimindzalik!!

Dari situ saya tergerak untuk kembali membuka-buka kitab tua diperpustakaan saya dan mengabarkan yang benar meski follower saya sedikit.

Terus dan terus saya suarakan hal-hal prinsipil yang hendak dibelokkan oleh orang-orang JIL macam Ulil, Assyaukanie ataupun Guntur Romlie.

Pendek kata, dia ngetwit apa yang bertentangan dengan Islam, saat itu juga saya pulang dan menyuruh pembantu saya mencarikan buku di perpustakaan saya. Saat itu juga saya twitkan bantahan yang berasal dari Hadis dan Qur'an.

Terus terang, tujuan saya awalnya adalah semampu diri untuk menanggulangi gerakan JIL ini dengan cara bersuara melalui Twitter, meski (sekali lagi) follower saya sangat kecil. Tapi tak jadi soal, yang penting saya berusaha, soal hasil urusan Allah..

Tibalah saya menemukan hashtag (#) IndonesiaTanpaJIL.

Oke... Saya awalnya tak hiraukan, karena saya pikir ini hanya euforia singkat untuk mengimbangi hashtag IndonesiaTanpaFPI. Ya cuma lelucon di Twitland belaka..

I was wrong.. Ternyata Indonesia Tanpa JIL ini gerakan yang sangat solid. Banyak twit saya yang di Re-twit oleh teman-teman di Indonesia Tanpa JIL ini.

Pernah suatu ketika saya berdebat dengan Ulil mengenai nikah beda Agama. Saya pertanyakan landasan Ulil mengenai gagasannya mengenai nikah beda agama ini. Ternyata dia tak mampu jawab ketika saya sodorkan Surah Al Baqarah Ayat 221. Muter-muter jawabannya..

Lalu saat Ulil membolehkan menggambar Nabi. Saya twitkan tentang itu juga, tapi tentu saja dengan dalil dari Hadits dan Qur'an yang dengan gamblang mengharamkannya. Jadilah saya diblock oleh beberapa penikmat pemikiran JIL ini.

Masih banyak lagi perdebatan antara saya dengan komplotan JIL ini. Bahkan ada yang menyinggung masalah Muallaf dan sebagainya. Membabi buta. Nyaris tak ada argumentasi yang berkualitas selain bernada merendahkan dan melecehkan.

Saya terima saja, toh saya tak akan turun derajad karena itu. Terpenting niatan awal saya untuk penyelamatan generasi dari paham yang melenceng ini tersampaikan.

Hanya saja, saya kurang sreg bila kemudian beberapa sahabat di twitland yang memanggil saya dengan sebutan 'Ustadz'..

Plakk....

Rasanya saya tertampar keras oleh sebutan itu. Kenapa?





1. Saya belumlah mapan secara Ilmu hingga harus mendapat predikat itu.
2. Saya tak siap untuk bertanggung jawab dihadapan Allah kelak atas predikat itu. Tentu kalau ada  kesalahan ucapan dari saya lalu diikuti, maka sayalah yang menanggung dosa orang itu. Berat.. Saya tak siap dan tak akan pernah siap.
3. Usia saya baru 28 tahun... Kalau mendapat sebutan itu rasanya ada jarak dengan teman-teman sebaya dalam pergaulan. Kesannya antara guru dan murid. Saya tak mau ada jarak, karena pada hakekatnya saya juga belajar dari teman-teman.

Untuk itu setiap ada yang mention menggunakan sebutan itu, pasti saya tegur. Logikanya mudah kok.. Menurut saya, suatu gagasan itu akan lebih mudah diserap bila disampaikan dan diselipkan saat bercanda tawa dan bergurau daripada saklek seperti dikelas..hehe




Juga saya pun dapat belajar balik dari tanggapan-tanggapan. Tak ada rasa ewuh mekewuh (apa sih bahasa Indonesianya? Hehehe). Jadi enak, gayeng..




Nah, coba bayangkan bila suatu gagasan disampaikan 'top down' dengan sebutan Ustadz tadi. Seperti antara seorang Murid dengan Mursyid-nya... Waduuhh... Iya kalau yang saya sampaikan benar semua, lah Ilmu agama saya masih seujung kuku bayi (lebih kecil lagi malah), kalau salah kan gawaaattt....




Hehehe....




Hikmah yang dapat saya petik dari upaya saya beberapa pekan terakhir ini adalah mencoba meresapi dan merasakan apa yang terjadi terhadap perjuangan para pendahulu kita yang men-syiar-kan Islam. Betapa berat medan yang harus mereka lalui. Melewati cacian, ancaman pembunuhan, rasa lapar dan keterasingan. Tapi mereka tetap Istiqomah untuk menyampaikan sinar terang ditengah kegelapan.




Masya Allah....




Sungguh apa yang saya alami ini jauh lebih ringan dari para Guru itu. Kalau saya dapat sampaikan dengan mudah karena cukup lewat twit sambil duduk manis dan minum teh, tapi Beliau-Beliau itu berjalan kaki untuk menemui murid-muridnya. Bahkan sembunyi-sembunyi untuk mengajarkan Islam, hingga akhirnya besar seperti sekarang ini. Belum lagi taktik yang harus digunakan untuk mereduksi tradisi masyarakat saat itu agar tak jatuh ke lubang kemusyrikan. Sungguh sulit saya membayangkan betapa berat langkah kaki para Mursyid itu.

Juga resistensi yang harus didapat karena menyuarakan sesuatu yang sama sekali baru ditengah masyarakat. Saya mungkin hanya menghadapi orang-orang yang tak mampu berlogika secara sehat, merusak. Tapi para Mursyid itu menghadapi pedang dan belati dari orang-orang yang tak mampu berlogika, lagi kalap.




Ya Allah...




Mudah-mudahan saya dapat meneladani sikap mereka.. Istiqomah untuk berjuang di Jalan Allah, meski pergulatan dalam perjalanan itu cukup berat. Menempa bathin. Membutuhkan kesabaran.




Semoga saya bisa.. Bismillah