Kamis, 20 September 2012

Arti Sahabat

Sudah lama saya tidak menulis di blog. Entahlah tepatnya berapa hari atau minggu. Yang pasti sudah lama sekali.

Terus terang ada rasa rindu untuk meluangkan sedikit waktu yang ada untuk mencorat coret diblog. Tapi sepertinya hal itu sulit terealisasi, terutama saat ini saya sedang merampungkan 2 buah buku. Satu Novel dan satu lagi kumpulan catatan.

Tapi syukurlah, Tuhan masih berkenan membeeri sedikit waktu untuk menulis di blog ini. Dan kesempatan saat ini saya coba tuliskan tentang persahabatan.

"Sahabat adalah orang yang pertama datang saat seluruh dunia pergi..."

Saya memiliki tetangga yang berasal dari Sidoarjo. ia adalah salah satu keluarga yang terdampak Lumpur Lapindo. karena kejadian tersebut, terpaksa ia dan keluarganya berpindah dari satu kota ke kota lain. ia pun terpisah dari anak sulungnya yang mengungsi kerumah saudaranya. sejak kejadian itu, ia kehilangan pekerjaannya karena perusahaan tempatnya bekerja telah tenggelam didasar lumpur. tak terbayangkan beban yang ia rasakan.



setahun lalu ia datang dan mengontrak di depan rumah saya. anak bungsunya seusia mas Danniel, anak saya. namanya Lucky.



awalnya, anak itu minder dan hanya berkutat di dalam rumah. entah karena dilarang bermain oleh orang tuanya atau karena alasan yang lain, saya tak tahu. tapi sepertinya alasan yang pertama lebih masuk akal untuk diterimakan secara logika.



saya tahu benar bagaimana rasanya, karena saya pernah berada di posisinya. saat itu saya adalah penjual koran dan hidup dengan uang 2000 rupiah hasil menjual koran untuk hidup seharian. sangat minim, mengingat saat itu saya hidup di Malang, sebuah kota besar. rasa malu selalu menyelimuti ketika bertemu dengan tetangga. kurang percaya diri. jadi saya tahu benar apa yang tetangga saya itu rasakan.



kemudian saya bisiki anak saya, mas Danniel, untuk mengajak Lucky bermain bersama.



ternyata dia anak yang periang. cukup pintar juga.



sejak itu mereka berdua menjadi sahabat. kemana-mana selalu bertiga. mas Danniel, Lucky dan anak terkecil saya, Nonik. tak jarang Lucky bermain sampai sore, bahkan makan pun disuapin bertiga oleh Mbak Min, pengasuh anak saya.



walaupun bersekolah di tempat berbeda, namun kurikulum SDIT sepertinya sama disemua sekolah. hal tersebut menjadikan mas Danniel dan Lucky selalu belajar bersama. senang rasanya ketika mereka hafalan ayat-ayat Al-Qur'an bersama-sama. saya kadang tak tahu Surah apa yang sedang mereka ucapkan diluar kepala tersebut. tapi mendengar mereka mengaji, itu sudah cukup menentramkan hati saya. minimal mereka lebih hebat daripada saya. mereka sudah bisa mengaji, sementara saya (saat seusia mereka) belum bisa.



saya senang dengan anak-anak. setiap kali bermain bersama mereka, seolah saya dibawa kedunia mereka yang penuh warna dan ceria. saya seperti terlupa dan terlena tiap kali saya bermain dengan anak-anak. bahkan kadang saya ingin kembali ke masa kanak-kanak saya yang begitu ceria, tanpa beban dan meninggalkan dunia nyata yang lusuh dan kumal oleh kepalsuan dan sandiwara ini.



yang ada dipikiran anak-anak hanyalah, bermain...bermain... dan bermain.



no politics, just game..



tak jarang saya abaikan semua gadget yang terhubung dengan dunia luar ketika saya bersama anak-anak. bagi saya merekalah Jenderal-Jenderal saya. pimpinan saya. urusan yang lain silahkan menunggu ketika saya sedang dengan anak-anak saya. kemanapun saya pergi, anak-anak harus berada bersama saya sekalipun dirumah sudah ada pengasuh yang merawat mereka dari bangun tidur sampai kembali terlelap.



hari demi hari berlalu. tak terasa setahun berlalu. masa kontrakan Lucky bersama orang tuanya dirumah kecil itu telah berakhir dan tak dapat diperpanjang. dan itu berarti kebersamaan antara mas Danniel dan Lucky harus berakhir pula. ia dan orang tuanya pindah ke Leces. mengontrak di perumahan dikawasan pabrik kertas itu. entah sampai kapan mereka akan hidup nomaden seperti itu.



sayangnya negeri ini memiliki radar yang tak berfungsi dengan baik ketika bertemu dengan kenestapaan rakyat seperti itu. terbukti dengan makin mengangkangnya orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab atas Lapindo karena kecerobohannya. meletakkan korban-korbannya diantara telapak kakinya yang penuh dengan darah-darah kekejian. bahkan dengan pongah orang itu mencalonkan diri sebafai Presiden periode mendatang dengan mengendarai lokomotif warisan Orde Baru yang bengis dan KORUP. sebagai upaya cuci tangan, ia sebut bencana Lumpur Lapindo dengan sebutan LUSI atau Lumpur Sidoarjo, seolah ingin menghilangkan idiom LAPINDO BRANTAS (perusahaan miliknya) sebagai sumber malapetaka bagi ribuan kepala keluarga yang nasibnya kian tak jelas seperti keluarga Lucky.



tepat tahun baru imlek kemarin mereka pindahan.



"Lucky pindah, Yah..." tanya mas Danniel kemarin sore pada saya.



"iya, le.." jawabku



"kapan-kapan kita jenguk ya, Yah.." pinta anakku.



aku hanya tersenyum menjawab pinta anakku itu.



saya berharap persahabatan kedua anak saya dengan Lucky tak berakhir meskipun mereka tak lagi bersua. saya percaya, mereka adalah generasi-generasi penerus yang cemerlang. yang pasti saya akan sangat merindukan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang biasa mereka ucapkan. mereka hafal diluar kepala. begitu merdu. karena sekarang hanya suara lantunan ayat suci dari bibir anak-anak saya saja yang terdengar merdu, hanya saja tanpa suara Lucky..



sekian