Rabu, 11 April 2012

~ AUTOPILOT ~

dulu, sewaktu saya masih kecil, saya selalu bercita-cita menjadi seorang penerbang alias pilot. bertugas dengan seragam yang mentereng. topi dengan lambang sayap disampingnya. gagah sekali rasanya. pada masa itu saya selalu membayangkan menjadi seorang pilot pesawat tempur seperti di film kartun G.I Joe. 

hehehe...

namanya juga anak-anak. tapi beneran lho, semangat itu memacu saya untuk belajar dengan keras. sejak kelas 1 SD, saya tak pernah lepas dari 5 besar peringkat dalam kelas. bayangan mengenakan seragam pilot tempur itu terus saja hidup dan memacu semangat saya. sampai akhirnya saya masuk ke SMPN 5, sekolah favorit di Kota saya yang saat ini telah menjadi RSBI. namun impian itu langsung lenyap saat saya mengalami kecelakaan dan patah tulang. 

entah kenapa, hingga saat ini saya selalu senang mendengar istilah-istilah yang berkaitan dengan penerbangan. ambillah contoh turbulensi. saat saya naik motor lalu kemudian merasa mual-mual karena diterpa angin, akan lebih nyaman saya gunakan istilah akibat turbulensi daripada masuk angin.. hahaha.. rasanya lain saat kita menggunakan istilah di penerbangan dalam setiap percakapan. 

keren aja..

saat saya pertama kali naik pesawat pun seperti haus akan bahasa dalam penerbangan. seperti menggunakan istilah flight attendant untuk mengganti kata pelayan. atau menggunakan istilah delay untuk mengganti kata menunggu keberangkatan. meskipun saat itu sedang naik bis, tapi kalau harus menunggu lama di terminal, ya saya pakai istilah delay.

hahahaha....

nah, dalam dunia penerbangan dikenal sebuah istilah autopilot

secara terminologi, autopilot dapat diartikan sebagai satu peralatan di pesawat terbang yang dapat membantu Pilot dalam menerbangkan pesawat. autopilot ini biasanya bekerja dengan tenaga mekanik atau elektrik atau hidraulik atau kombinasi dari ketiganya yang berfungsi untuk menerbangkan pesawat tanpa dikemudikan oleh sang Pilot. singkat kata, pesawat akan berjalan sesuai dengan Flight Plan yang sudah ditentukan sebelumnya.  auto pilot dalam sistem penerbangan memiliki nama asli Automatic Flight Control System (AFCS). Perangkat AFCS adalah bagian dari avionic pesawat terbang, merupakan system elektronik yang digunakan untuk mengontrol sistem kunci dari pesawat dan penerbangan.

dalam perkembangannya, autopilot telah dapat mengendalikan sebuah pesawat dari take off hingga landing. namanya Instrument Landing System (ILS). 

istilah-istilah dalam dunia penerbangan ini benar-benar menghipnotis saya. rasanya lain. tampak megah ketika kita menggunakan istilah-istilah itu.

by the way...

bilamana dalam pesawat telah dikenal adanya Autopilot, apakah hal itu dapat ditarik dalam sebuah kerangka yang lebih besar, seperti negara, badan, organisasi, lembaga dan sebagainya?

jika saya lihat fungsi autopilot itu sendiri berikut terminologi yang melatarinya, hal itu mungkin saja dan sangat bisa di aplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.

begini..

jika dalam dunia penerbangan, istilah autopilot ini berarti menerbangkan pesawat meski tanpa pilot dibalik kemudinya, maka hal tersebut dapat pula kita temui dalam dunia kerja ataupun organisasi, badan, lembaga bahkan negar`.

banyak sekali terjadi dimana sebuah organisasi atau lembaga yang tetap dapat berjalan meski yang memangku jabatan sebagai kepala atau ketuanya tak pernah melakukan apa-apa. semua tetap berjalan. layaknya organisasi normal. dari luar semua tampak "baik-baik saja". 

tapi tetap ada perbedaannya dengan dunia penerbangan.

jika di dunia penerbangan sistem autopilot ini telah berkembang hingga dapat melakukan landing dengan selamat, maka dalam dunia organisasi hal itu merupakan petaka. 

howcome?

dalam pesawat, panel dan instrumen yang terdapat didalamnya bersifat statis. semuanya berjalan dan dibangun berdasarkan komputer. tak punya emosi, tak punya hati, tak punya ambisi. sehingga segalanya dapat dikontrol dengan baik, sekalipun pilotnya tidur. hantaman cuaca ataupun hambatan turbulensi dapat diatasi dengan terukur karena segala kemungkinan telah terdeteksi sejak awal. pun demikian jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti gangguan cuaca, maka panel-panel tersebut akan bertindak sesuai dengan pilihan program yang telah tertanam didalam sistem.

lain halnya dengan organisasi atau lembaga yang "autopilot". karena perangkat yang terdapat didalamnya secara penuh digerakkan oleh manusia yang secara alamiah telah "ditanam" rasa, cipta dan karsa oleh Tuhan dalam benaknya, maka sebuah organisasi atau lembaga 'autopilot' ini sangat rentan dengan perpecahan, stagnasi dan keruntuhan. manusia yang menjadi perangkat dalam organisasi tidaklah statis seperti panel komputer dalam pesawat, mereka terus tumbuh dan bergerak secara dinamis. 

organisasi atau lembaga itu juga memiliki permasalahan yang dihadapi. 

berbeda dengan autopilot dalam pesawat yang dapat mengkalkulasi hambatan serta mengambil "keputusan" sesuai dengan pilihan tindakan yang telah tertanam didalam chip komputer yang menggerakkan sistem, maka persoalan di dalam organisasi atau lembaga tak dapat diselesaikan secara autopilot. permasalahan yang dihadapi organisasi atau lembaga ini sifatnya sangat dinamis, tak dapat dikalkulasi secara matematis, karena sangat berkaitan dengan 3 hal yang telah ditanam Tuhan yakni Rasa, Cipta dan Karsa. jika "autopilot" tersebut dipaksakan atau terpaksa terjadi didalam sebuah organisasi atau lembaga yang dikarenakan lemahnya kepemimpinan didalamnya, maka kehancuran tak dapat lagi dielakkan. kata orang Jawa, organisasi atau lembaga dan atau sejenisnya, yang bergerak secara otomatis seperti ini disebut "ngglundung dewe" (berjalan sendiri). tanpa adanya kepemimpinan yang tegas, berwibawa dan cerdas, maka ketika terdapat halangan dan rintangan, akan terjadi kebingungan didalam perangkat organisasi atau lembaga dan atau sejenisnya itu, karena tidak adanya sikap yang jelas dari para pemangku kebijakan. organisasi atau lembaga akan berjalan secara lamban, tak bergairah, lesu atau bahkan justru bergerak secara liar, melabrak sana sini, tak punya tujuan pasti.

pertanyaannya adalah bagaimana jika hal itu terjadi secara kontinyu?

dari gambaran yang sudah saya uraikan tadi, maka secara pasti (cepat atau lambat) hal itu akan membawa organisasi atau lembaga dan atau sejenisnya, pada sebuah kehancuran. paling tidak tujuan besar yang menjadi visi organisasi atau lembaga dan atau sejenisnya, akan terbengkalai, rusak dan tak tercapai.

lalu bagaimana cara memperbaiki keadaan bila terlanjur seperti ini?

setiap organisasi atau lembaga dan atau sejenisnya, tentu memiliki seperangkat aturan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi problematika kepemimpinan seperti ini. musyawarah dengan seluruh anggotanya, kalau masih tetap sama beri mosi tidak percaya, jika masih tetap bandel dengan skema autopilot, ya lengserkan saja. bagaimanapun, visi adalah yang utama. orang bisa diganthkan tapi visi harus tetap berjalan.

lantas bagaimana bila hal tersebut terjadi pada negara?

hahahaha.... negara autopilot...

bagi saya pribadi, visi negara ini jauh lebih penting daripada soal siapa yang jadi pemimpin. untuk mekanisme pemecahan masalah sudah saya sampaikan diatas, tinggal tarik saja ke dalam scope yang lebih luas. selesai. kalau itu terjadi pada lembaga atau badan yang sifatnya delegatif a.k.a perangkat daerah, ya tinggal melihat "will" kepala daerahnya saja.

oke, sobat... itu tadi ulasan saya mengenai autopilot berikut segala penjelasannya. semoga bermanfaat dan dapat berguna untuk menganalisa, apakah orang-orang yang berteriak tentang isu negara autopilot itu adalah fitnah atau memang benar adanya. apakah istilah itu sebentuk provokasi semata atau memang gambaran nyata. sampean saya yakin adalah orang yang cukup pintar untuk menganalisanya. kalau tidak, apa gunanya reformasi yang memberikan kebebasan untuk berani berpikir secara cerdas dan merdeka.. hehehe... 

selamat siang.

sekian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar