Rabu, 15 Mei 2013

Tidak Pernah Kuldesak

Seperti biasa, berbagai hal datang dan pergi di kehidupan saya. Seperti nafas yang kita hirup, lalu sesaat kemudian kita lepaskan. Tapi diantara helaan nafas itu ada yang tertahan, yaitu kenangan. Ya, betapapun pahitnya sebuah kenangan, ia akan tetap menempel dalam kehidupan kita layaknya bayang-bayang.

Contoh....

Saya dulu adalah penjual koran di perlimaan Universitas Brawijaya Malang. Mau diapakan lagi, itulah fakta, meski kini adalah bagian dari kenangan. hehe...

Soal cerita tentang saya menjadi penjual koran tidak akan saya ulas disini. Sudah sering saya ceritakan lewat twitter. hehe... 

Yang ingin saya share kali ini adalah dunia tulis menulis. Lho kok? Apa hubungannya dengan kenangan?

Begini... *benerin peci*


Saya itu dulu orang yang ngga bisa nulis sama sekali. Maksudnya mengungkapkan apa yang terjadi disekitar kita lewat sebuah tulisan. Atau menceritakan sebuah kisah lewat tulisan. Atau mengeluarkan ide-ide dan gagasan lewat tulisan. Saya tidak bisa. 

Ketidakbisaan saya ini bukan dikarenakan saya kurang membaca atau minim literatur. Ketidakbisaan saya dalam hal tulis menulis dikarenakan tak ada yang menjadi 'pemicu' saya untuk menulis. Ibarat pemantik, butuh gesekan untuk menyalakan api. 

Saya sadar dalam kepala saya ini sering menangkap hal-hal unik yang menurut saya layak untuk dijadikan tulisan, tapi saya tidak tahu bagaimana cara menuliskannya. Sehingga kejadian-kejadian itu berlalu begitu saja. Sayang banget. Padahal bila kejadian unik itu saya rupakan tulisan, maka hikmah yang saya tangkap itu bisa bermanfaat bagi orang lain yang membacanya.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” kata Pramoedya Ananta Toer

Nah disinilah kenangan itu dimulai.. *jreng*

Allah selalu punya jalan untuk mempertemukan hambanya dengan jalan yang telah IA tentukan.

Tiba-tiba saja saya menemukan seseorang yang awalnya saya kira adalah teman kuliah. Seseorang itu bernama Sheila. Saya bertemu dengan Sheila diranah Facebook. Suatu dunia maya yang telah saya tutup.. hahaha.. Ironis

Oke.. Cerita punya cerita, beberapa lama kemudian saya membaca tulisan-tulisannya. Hmm... Penuh bakat. Saya tertarik untuk belajar padanya. Kalau dia bisa, kenapa saya tidak? Pikir saya saat itu.

Mulailah saya coba chat dengan dia. Voila! Dia ternyata orang yang cukup terbuka. Kami berdiskusi cukup panjang dan lebar. Dari chat itulah, saya mulai sedikit terpantik untuk menulis. Baru terpantik ya, belum menulis.. hehe

Sampai suatu ketika, saya beranikan diri untuk menulis di catatan facebook. Agak-agak cemas juga ketika akan memencet tombol 'publikasikan'. Takut kalau tulisan saya tak dapat diterima dengan baik oleh pembaca, takut mendapat kritikan dari pembaca dsb. Tapi saya coba halau itu semua. Tak ada yang sempurna, begitu pikir saya untuk menenangkan bathin.

Saya ingat betul komentar pertama di catatan itu: "well done, sir.. ramuan antara pemikiran materialis, agama dan nasionalis yang dipadu dengan cantik.."

hahay.. Komentar itu seketika melonjakkan semangat saya untuk menulis. Dan mulailah gagasan-gagasan itu mengalir deras di otak saya. Saya pun mulai menulis untuk majalah, buletin dan koran. Pendek kata, jejak tulisan saya ada dimana-mana.

Tapi mendadak sahabat maya saya itu menghilang dari peredaran. Tanpa pamit. Tanpa alasan. Wajar sih, namanya juga dunia maya. Hanya saja, sepertinya dia lupa (atau mungkin tidak tahu) bahwa hadirnya sangat berarti bagi semangat menulis saya.

Saya seperti Sherlock Holmes yang kehilangan Dr Watson, sahabat karibnya. Holmes boleh jenius dalam novel karangan Sir Arthur Conan Doyle tersebut, tapi ia nyaris tak berdaya tanpa 'Boswell' nya itu..

Saya pun seperti kehilangan kompatriot.

Bagaimana saya harus menulis jika tak punya pena? Ibarat kata seperti itu.

Lama saya tak menulis. Saya kembali pada keadaan semula. Membiarkan semua kejadian berlalu begitu saja.

Tapi kemudian jemari saya ini seperti gatal bila tak menulis sesuatu. Tumpukan gagasan dan ide cerita di otak saya mulai berangsur-angsur protes, minta dikeluarkan. Akhirnya dengan segala kelemahan yang ada, saya beranikan diri untuk menulis lagi.

Diluar dugaan. Saya malah makin menggila. Membuat 3 blog sekaligus (termasuk blog ini hehe) untuk menumpahkan semua ide dan gagasan yang berbeda. Dan terakhir, saya memberanikan diri untuk meluncurkan sebuah buku. Tepatnya sebuah novel berjudul 1Cinta. 

Novel itu saya publikasikan melalui skema direct sale (via email robethfuad@yahoo.com). Bukan karena tidak masuk pada major lable (2 major lable saya tolak untuk menerbitkan novel saya itu) tapi lebih karena saya tidak ingin tulisan saya dijamah oleh editor.. haha..

Alhamdulillah... Novel saya itu diterima publik dengan baik. Bahkan jilid II (dari III jilid yang saya rencanakan) sudah dinantikan oleh pembaca. Saya bersyukur karena itu. Artinya, cerita yang saya sampaikan dapat tempat dihati pembaca. What else shoul I be? :)

Waktu terus berjalan. Kehidupan pun demikian.

Sama seperti kepergiannya yang secara tiba-tiba, sahabat saya itu muncul lagi (juga dengan tiba-tiba).


"God Sake! Is that you?" begitu sapa saya pertama kali melihat sapaannya. Bulu tangan saya sontak berdiri. 3 tahun lamanya saya menanti kehadiran sahabat saya itu.

Kegembiraan hati saya pun membuncah. More than I expected, saya bisa berbincang melalui BBM dan email dengannya. Banyak hal yang kami perbincangkan. Tak perlu saya tulis disini kan....? Hahaha

Hingga akhirnya, perbincangan kami bermuara pada sebuah gagasan yang saya ajukan untuk membuat sebuah novel bersama. Kami berencana untuk meluncurkan novel pertama yang tercipta dari dua kepala. Sulit (mungkin). Tapi tak pernah Kuldesak. Selalu ada cara bila kita punya cita-cita.

Finally.. Sahabat tidak harus diawali dengan perjumpaan fisik, tapi yang pasti sahabat haruslah menjadi bagian dari sebuah kisak klasik. Begitu saya tulis di twitter untuk menyambut kemunculannya. Tidak banyak yang saya harapkan dari kehadirannya. Bagi saya, dia ada saja, sudah cukup. Sederhana sekali bukan? Yah itulah arti sahabat (bagi saya). Tak banyak basa basi, yang pasti kehadirannya memiliki arti.

Well....

Sebagai penutup tulisan, bolehlah kiranya saya kutip ucapan Holmes pada Watson dalam novel detektif kenamaan itu: “Not a bit, Doctor. Stay where you are. I am lost without my Boswell.”


Selamat siang. 


Sekian.

Minggu, 17 Maret 2013

SKYFALL




Saya percaya dan yakin semua pembaca sudah melihat film action SKYFALL, sebuah kelanjutan dari film James Bond 007 yang sudah menginjak tahun ke 50 penayangannya. Secara garis besar film itu mirip dengan film Mission Impossible, hanya lakon dan jalan ceritanya saja yang berbeda. Dibesut dengan apik oleh sutradara kawakan, Sam Mendes, film ini seperti menemukan arah baru. Dari matinya M hingga bergantinya sosok Q, seolah menahbiskan tentang bagaimana gambaran cerita Bond pada tahun-tahun penayangan selanjutnya, lebih modern dan seolah meninggalkan konservatisme spionase. Menarik untuk dinantikan seri-seri selanjutnya dari agen 007 ini.

Skyfall secara harafiah dapat diartikan sebagai langit runtuh. Soal arti tepatnya apa mengenai judul film 007 itu, jujur saya tidak tahu karena dalam film itu Skyfalll adalah sebuah daerah tempat James Bond lahir dan dibesarkan. Sebuah lembah di Scotlandia.

Oke...

Apa yang akan saya tulis kali ini bukan resensi film James Bond atau membahas tentang gadis Bond yang selalu tampil atraktif dan tentu saja seksi.. Hehe.. No.. Saya ingin membahas tentang Demokrasi.

Bila ditanyakan apa itu Demokrasi, maka dengan mudah orang akan menjawab suatu bentuk Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Idealnya seperti itu, dan harus seperti itu. Di era modern seperti saat ini, Demokrasi berdiri diatas 4 pilar sebagai penyangga utamanya. Setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif, maka pilar yang ke empat adalah media.

Tanpa membuat argumentasi yang berbelit-belit kita dapat ambil sebuah gambaran betapa penting peran media dewasa ini. Kita semua (termasuk saya) begitu bangun tidur, hal pertama yang dilakukan setelah mandi dan sholat adalah baca koran atau menonton berita pagi di televisi. Bahkan ada yang ekstrim, bangun tidur langsung pencet remote televisi melihat berita. Itu demi mendapat informasi terkini yang terjadi di negeri ini. Atau minimal agar tak terlalu gagap ketika bertemu teman-teman dan membicarakan sebuah persoalan. Macam-macam niatan orang untuk menyimak media, terutama untuk menu berita.

Dari sini dapat kita pahami bahwa kian hari porsi media kian besar dan makin tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kita yang majemuk dan haus informasi.

Sepertinya uji zaman adalah sebuah keniscayaan yang akan menerpa siapapun penduduk alam semesta berikut hasil-hasilnya. Media (sebagai produk peradaban) tak luput untuk diuji oleh zaman.

Bisakah media murni menjadi penyaji informasi?

Atau media mulai merangkai opini dalam satu lajur dengan informasi?

Jika memang opini itu benar terangkai dengan informasi, apakah opini itu objektif?

Atau hanya akan menjadi penguatan asumsi yang mulai berkembang di masyarakat bahwa media mulai berubah menjadi alat pembentuk opini?

Sekali lagi saya katakan, itu adalah ujian zaman.. Waktu selalu mempunyai cara untuk menyeleksi siapapun yang dikehendaki. Dan itu tak dapat direkayasa oleh tangan-tangan manusia.

Saya teringat ucapan Malcolm X: "If you don't stand for something you will fall for anything.."

Cukup fair untuk saya katakan bahwa betapapun besar arti hadir media dalam kehidupan keseharian kita, namun tetap kita harus meletakkan kekritisan berfikir sedikit lebih tinggi dalam menangkap dan menyaring berita yang disajikan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa 70% media yang ada di Indonesia adalah milik politisi. Wajar jika ada perbedaan 'benang merah' ketika membicarakan satu pokok persoalan. Media satu bicara begini, sementara media lain bicara begitu. Meski ada juga berita yang proporsional seperti pencuri yang dihajar massa, atau pencopet yang tertangkap. Selebihnya, kita harus ekstra kritis dan objektif, sebab bila tidak (saya khawatir) kita justru terjebak dalam sebuah drama kecil dalam pusaran konflik politik.

Sering ada kebingungan ketika menyaksikan berita yang menghadirkan seorang narasumber. Di stasiun televisi ini dengan narasumber ini bilang begini. Sementara di stasiun televisi itu, dengan narasumber itu berbicara begitu. Mana yang benar? Mana yang bisa dijadikan pijakan pemirsa?

Hal ini menjadi semakin tidak sehat manakala media telah melabeli seseorang menjadi tersangka dalam sebuah kasus, meski otoritas yang berwenang untuk menyematkan label itu belum bertindak sejauh itu. Sehingga masyarakat terstigmakan bahwa orang itu adalah benar-benar tersangka. Tentu ini bukan keadilan yang seharusnya disuarakan dan ditegakkan media sebagai salah satu pilar demokrasi.

Kemana sebenarnya 'kaki-kaki' media itu berpijak?

Sebagai masyarakat yang sekaligus konsumen pemberitaan, tentu saya, anda, kita semua berharap objektifitas dari berita yang tersaji untuk dikonsumsi. Begitu pula narasumber yang dihadirkan untuk memberikan opininya terkait sebuah persoalan. Kita pun berharap kejujuran dan kebenaran masih menjadi semangat utama sebuah media dalam menyajikan berita. Betapapun, media memiliki rambu-rambu dalam menyusun sebuah warta yaitu "5W+1H" yang sama sekali tidak boleh dilanggar.


Kembali pada film James Bond....




Dalam film Skyfall itu tergambar seorang tokoh jenius bernama Silva yang dalam kisah itu bernama asli Tiago Rodriguez. Tokoh itu adalah mantan agen yang kecewa terhadap 'M' (kepala intelijen MI6) karena merasa dikhianati dan ditinggalkan oleh 'M' dimasa lalu. Kemudian Silva menyusun sebuah rencana besar dimana 'M' menjadi target utamanya. MI6 pun dibuat kalang kabut dan dipaksa menuruti langkah-langkah yang telah disusun oleh mantan agennya itu. Meski akhirnya Silva berhasil dihabisi oleh Bond, tapi 'M' ikut mati bersama Silva akibat tersasar peluru yang dilepaskan anak buah Silva.

Berkaitan dengan Skyfall yang menjadi judul dari tulisan ini, saya ingin mengguratkan sebuah harapan agar kiranya media-media di Indonesia dapat lebih mengutamakan kepentingan informasi publik diatas kepentingan golongan. Tentu kita tidak ingin porsi media yang sudah menduduki pilar keempat demokrasi itu tergerus dan tergantikan oleh informasi yang terjalin melalui social media seperti twitter. Bukannya apa, sangat tidak nyaman untuk ditulis dan dibaca bila pilar ke 4 Demokrasi kita adalah Twitter. Karena saat ini, Twitter telah menjelma menjadi sarana untuk berbagi informasi dan berita yang memiliki kecepatan dan akurasi mengagumkan. Jangan sampai masyarakat merasa kepada media, lalu bergerak menjadi 'wartawan' online yang memberikan informasi atas suatu persoalan melalui media Twitter.

Well...

Siapa kelak yang akan takluk oleh seleksi zaman? Saya, anda, kita semua tidak ada yang tahu pasti. Namun kita semua akan menjadi saksi bahwa kebenaran adalah kebenaran yang tidak dapat dibungkus oleh apapun dan oleh siapapun.

Sekian.







Selasa, 12 Maret 2013

Waktu....

Bismillah...

Kaku rasanya jemari menyentuh blog ini.. Hmmm.. Sudah lama sekali saya tidak mencorat-coret disini. Kalau dihitung-hitung sudah hampir 1tahun saya tinggalkan 'rumah ide' ini.. Hehehe.

Waktu...

Sayyidina Ali pernah berkata bahwa waktu adalah pedang.

Saya merasakan benar kata mutiara itu mengejar dan nyaris menebas leher.. Haha..

Bayangkan saja, saat ini saya menjadi Pemimpin Redaksi majalah 'Planner' sekaligus menjadi editor untuk website milik Bappeda. Belum lagi rutinitas dunia pertanian yang menyita waktu dan pikiran saya. Ditambah lagi deadline untuk menerbitkan buku pada bulan depan. Dan yang pasti menyapa sahabat-sahabat di jagad twitter. Benar-benar rutinitas itu telah menghajar saya dari delapan arah mata angin.

Disela-sela kesibukan itu, tugas utama saya sebagai ayah dan suami tak boleh terabaikan. Hari sabtu dan minggu atau hari libur nasional, praktis saya gunakan untuk bersama keluarga dan sahabat-sahabat didunia nyata.

Betapapun saya terbang tinggi di dunia tulis menulis, dunia abstrak, dunia maya, atau apa pun lah itu namanya, keluarga adalah dunia saya yang paling nyata.

Hmm...

Saya adalah tipikal orang yang tidak mau kehilangan momentum untuk menyaksikan tumbuh kembang anak. Setiap detil pertumbuhan anak saya harus tahu dan ikuti.

Benjamin Franklin bilang "lost time is never found again"

Betapa menyesalnya saya jika sampai melewatkan tumbuh kembang anak. Tahu-tahu anak bisa lari, tanpa tahu bagaimana tertatihnya anak saat belajar berdiri, tentu merupakan kesedihan yang mendalam.

Why?

Karena tak mungkin kita mengajari anak untuk belajar berjalan sementara dia sudah bisa bermain sepak bola, kan? Hehe..

Ada banyak orang tua yang begitu saja menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu atau baby sitter. It's Ok. It's a choice..

Mungkin dengan alasan kesibukan rasa sesal itu berhasil mereka patahkan. Tapi jangan juga mencap anak durhaka jika kelak dengan alasan yang sama meletakkan orang tua semacam itu pada panti jompo...


Waktu yang berlalu tak akan pernah bisa ditemukan kembali...


Sebagai manusia biasa, tentu saya merasa memiliki banyak kekurangan. Saya bukan Superman yang bisa menyelamatkan mobil dari tabrakan meski hanya beberapa detik dari kejadian. Atau membawa keangkasa orang-orang yang dicintai. No.. I'm not that one.

Saya juga punya stok kesabaran. Saya juga bisa ngantuk. Dan yang pasti saya tak bisa terbang..

Kadang orang melihat apa yang nampak diluar saja. Tampak tenang, selalu senang, menjauh dari kesulitan dsb. Hehe...

Saya, anda, kita semua itu pada hakekatnya sama.

Allah sudah memberi takaran yang sempurna terhadap berbagai persoalan dalam hidup hambanya. Saya pun memiliki permasalahan. Sama kok. Hanya saja manajemen konflik saja yang membuat berbeda.

Saya diajarkan oleh orang tua agar selalu menyimpan rapat persoalan yang dihadapi. Tidak semua untuk konsumsi orang atau teman, sekalipun orang itu berlabel sahabat. Karena disanalah letak kedewasaan kita akan dinilai.

Sejak dari itu, setiap persoalan yang ada selalu saya dan istri selesaikan berdua. Jangankan tetangga, pembantu pun sedapat mungkin tidak tahu.

Itu prinsip.

Saya kemarin malam sedang makan malam bersama keluarga disebuah restoran. Suasananya nyaman dan tenang. Alunan musik berkejaran dengan gemericik air dari kolam ikan.

Tapi ketenangan kami terganggu oleh ulah seorang pria dan wanita yang dengan nada tinggi saling membentak.

Kegeraman saya makin menjadi karena ada 4 mata bocah yang menyaksikan adegan menyedihkan itu. Mereka adalah anak-anaknya.

Anak-anak saya yang tak pernah melihat hal seperti itu kontan ketakutan.

Nyaris saya lempar air kobokan pada mereka agar berhenti mempertontonkan adegan tak berbudaya itu. Kenapa air kobokan? Karena dirumah, kalau ada kucing ribut solusi singkatnya ya diguyur air.. Hehe

Sejenak saya berpikir..

Betapa kedewasaan dan usia seseorang itu tak jarang berjalan beriringan.

Seseorang boleh memiliki uban diseparuh rambut kepala, tapi itu bukan jaminan tingginya budi dan tebalnya rasa dewasa. Usia hanya akan menjadi deret angka tanpa makna, jika kita tak mau berkaca dan belajar bagaimana cara melalui hidup. Sampai kapan pun kedewasaan tak akan pernah menjadi bagian diri, bila kita membiarkan diri terbelenggu bayang-bayang angan yang tak kesampaian.

Secara tidak sadar, pria dan wanita itu tadi mengajarkan pada anak-anaknya bagaimana cara menyelesaikan  masalah. Jadi jangan heran juga jika kelak anak-anaknya terlibat dalam tawuran pelajar, karena mereka telah belajar jauh-jauh hari pada diri orang tua. Jangan salahkan sekolah tempat mereka belajar, karena 'sekolah' mereka yang paling nyata adalah orang tua.

Well done is better than well said...


Jika ada diantara pembaca adalah orang tua, maka belajarlah untuk bertanya pada diri sendiri: "sudahkan aku menjadi teladan yang baik bagi anakku?" | "sudahkan aku berbuat yang terbaik untuk generasiku?"

Jika kemudian hati anda menjawab belum, maka segeralah berubah, sebelum semua yang anda lakukan itu berbalik pada diri anda sendiri dikala tua nanti..

Selamat pagi... Selamat beraktifitas

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq. Sekian

Kamis, 20 September 2012

Arti Sahabat

Sudah lama saya tidak menulis di blog. Entahlah tepatnya berapa hari atau minggu. Yang pasti sudah lama sekali.

Terus terang ada rasa rindu untuk meluangkan sedikit waktu yang ada untuk mencorat coret diblog. Tapi sepertinya hal itu sulit terealisasi, terutama saat ini saya sedang merampungkan 2 buah buku. Satu Novel dan satu lagi kumpulan catatan.

Tapi syukurlah, Tuhan masih berkenan membeeri sedikit waktu untuk menulis di blog ini. Dan kesempatan saat ini saya coba tuliskan tentang persahabatan.

"Sahabat adalah orang yang pertama datang saat seluruh dunia pergi..."

Saya memiliki tetangga yang berasal dari Sidoarjo. ia adalah salah satu keluarga yang terdampak Lumpur Lapindo. karena kejadian tersebut, terpaksa ia dan keluarganya berpindah dari satu kota ke kota lain. ia pun terpisah dari anak sulungnya yang mengungsi kerumah saudaranya. sejak kejadian itu, ia kehilangan pekerjaannya karena perusahaan tempatnya bekerja telah tenggelam didasar lumpur. tak terbayangkan beban yang ia rasakan.



setahun lalu ia datang dan mengontrak di depan rumah saya. anak bungsunya seusia mas Danniel, anak saya. namanya Lucky.



awalnya, anak itu minder dan hanya berkutat di dalam rumah. entah karena dilarang bermain oleh orang tuanya atau karena alasan yang lain, saya tak tahu. tapi sepertinya alasan yang pertama lebih masuk akal untuk diterimakan secara logika.



saya tahu benar bagaimana rasanya, karena saya pernah berada di posisinya. saat itu saya adalah penjual koran dan hidup dengan uang 2000 rupiah hasil menjual koran untuk hidup seharian. sangat minim, mengingat saat itu saya hidup di Malang, sebuah kota besar. rasa malu selalu menyelimuti ketika bertemu dengan tetangga. kurang percaya diri. jadi saya tahu benar apa yang tetangga saya itu rasakan.



kemudian saya bisiki anak saya, mas Danniel, untuk mengajak Lucky bermain bersama.



ternyata dia anak yang periang. cukup pintar juga.



sejak itu mereka berdua menjadi sahabat. kemana-mana selalu bertiga. mas Danniel, Lucky dan anak terkecil saya, Nonik. tak jarang Lucky bermain sampai sore, bahkan makan pun disuapin bertiga oleh Mbak Min, pengasuh anak saya.



walaupun bersekolah di tempat berbeda, namun kurikulum SDIT sepertinya sama disemua sekolah. hal tersebut menjadikan mas Danniel dan Lucky selalu belajar bersama. senang rasanya ketika mereka hafalan ayat-ayat Al-Qur'an bersama-sama. saya kadang tak tahu Surah apa yang sedang mereka ucapkan diluar kepala tersebut. tapi mendengar mereka mengaji, itu sudah cukup menentramkan hati saya. minimal mereka lebih hebat daripada saya. mereka sudah bisa mengaji, sementara saya (saat seusia mereka) belum bisa.



saya senang dengan anak-anak. setiap kali bermain bersama mereka, seolah saya dibawa kedunia mereka yang penuh warna dan ceria. saya seperti terlupa dan terlena tiap kali saya bermain dengan anak-anak. bahkan kadang saya ingin kembali ke masa kanak-kanak saya yang begitu ceria, tanpa beban dan meninggalkan dunia nyata yang lusuh dan kumal oleh kepalsuan dan sandiwara ini.



yang ada dipikiran anak-anak hanyalah, bermain...bermain... dan bermain.



no politics, just game..



tak jarang saya abaikan semua gadget yang terhubung dengan dunia luar ketika saya bersama anak-anak. bagi saya merekalah Jenderal-Jenderal saya. pimpinan saya. urusan yang lain silahkan menunggu ketika saya sedang dengan anak-anak saya. kemanapun saya pergi, anak-anak harus berada bersama saya sekalipun dirumah sudah ada pengasuh yang merawat mereka dari bangun tidur sampai kembali terlelap.



hari demi hari berlalu. tak terasa setahun berlalu. masa kontrakan Lucky bersama orang tuanya dirumah kecil itu telah berakhir dan tak dapat diperpanjang. dan itu berarti kebersamaan antara mas Danniel dan Lucky harus berakhir pula. ia dan orang tuanya pindah ke Leces. mengontrak di perumahan dikawasan pabrik kertas itu. entah sampai kapan mereka akan hidup nomaden seperti itu.



sayangnya negeri ini memiliki radar yang tak berfungsi dengan baik ketika bertemu dengan kenestapaan rakyat seperti itu. terbukti dengan makin mengangkangnya orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab atas Lapindo karena kecerobohannya. meletakkan korban-korbannya diantara telapak kakinya yang penuh dengan darah-darah kekejian. bahkan dengan pongah orang itu mencalonkan diri sebafai Presiden periode mendatang dengan mengendarai lokomotif warisan Orde Baru yang bengis dan KORUP. sebagai upaya cuci tangan, ia sebut bencana Lumpur Lapindo dengan sebutan LUSI atau Lumpur Sidoarjo, seolah ingin menghilangkan idiom LAPINDO BRANTAS (perusahaan miliknya) sebagai sumber malapetaka bagi ribuan kepala keluarga yang nasibnya kian tak jelas seperti keluarga Lucky.



tepat tahun baru imlek kemarin mereka pindahan.



"Lucky pindah, Yah..." tanya mas Danniel kemarin sore pada saya.



"iya, le.." jawabku



"kapan-kapan kita jenguk ya, Yah.." pinta anakku.



aku hanya tersenyum menjawab pinta anakku itu.



saya berharap persahabatan kedua anak saya dengan Lucky tak berakhir meskipun mereka tak lagi bersua. saya percaya, mereka adalah generasi-generasi penerus yang cemerlang. yang pasti saya akan sangat merindukan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang biasa mereka ucapkan. mereka hafal diluar kepala. begitu merdu. karena sekarang hanya suara lantunan ayat suci dari bibir anak-anak saya saja yang terdengar merdu, hanya saja tanpa suara Lucky..



sekian







Rabu, 27 Juni 2012

Palestinaku, Palestinamu juga Tuan....!



Pagi ini saya sempatkan menonton berita. dan tak dinyana, beritanya tentang serangan brutal Israel ke Palestina. tepatnya di jalur Gaza. Menggugah hati saya untuk mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini saya pendam kala menyaksikan kejahatan ini.




Dalam berbagai persyarikatan persekutuan yang mengatasnamakan kemanusiaan, jarang sekali mengemuka nama bangsa Palestina. Bangsa tersebut seolah tenggelam dalam lautan kebisingan dunia. Tersisih dari teropong media. Kalaupun bangsa itu disebut dalam sebuah berita, bukan lain dan tak bukan hanyalah nestapa. Seraut wajah bocah mungil menggenggam kerikil melawan tank dan bayonet dari kebengisan tentara Israel yang semenjak 60 tahun silam menduduki tanah moyang mereka tanpa alasan. Mereka terusir dari rumah mereka dan melihat kepongahan bangsa biadab itu memereteli kekayaan alam Palestina dan merampas tanah, rumah serta ladang mereka. Kemerdekaan bangsa Palestina direnggut begitu saja.




Sebelumnya saya hendak mengajak tuan-tuan sekalian berlabuh sejenak untuk bertamasya ke neraka bernama Palestina itu.




Sebelum perang dunia II meledak pada medio 1940-1948, Palestina adalah sebuah negeri subur, makmur, gemah ripah loh jinawi. Di dalamnya terdapat 3 agama yang hidup saling mengasihi dan menghormati. Islam, Kristen dan Yahudi. Kenapa 3 agama itu ada disana? Wajar. Karena disana terdapat 3 pusat peradaban dari ketiga agama tersebut. Al Aqsa, Yerusalem dan Tembok ratapan. Ketiganya adalah agama samawi. Punya rasul, nabi dan kitab suci. Muhammad, Isa dan Musa. Bertiga, umat tersebut memegang teguh ajaran tentang cinta kasih yang tertulis dalam Al Qur’an, Injil dan Taurat (yang dalam hal ini diwakilkan dalam ten commandements). Tidak hanya itu. Kekayaan alam Palestina adalah salah satu yang terhebat di dunia. Palestina adalah negeri penghasil zaitun terbaik yang pernah ada. Kebun-kebun mawarnya mensuplai eropa dan dunia untuk kebutuhan asmara dan keperluan sehari-hari sebagai penghias rumah mereka. Sempurna.




Tapi malapetaka itu datang kala Jerman dengan Nazi/ Hittler memburu bangsa Yahudi di semenanjung Eropa dan seluruh dataran biru itu. Entah apa maksudnya melakukan itu. Menurut data PBB sebanyak 6 juta Yahudi harus pulang ke alam baka. Mereka dikirim secara ekspres menggunakan camp konsentrasi. Tapi terus terang saya meragukan data tersebut. Secara logika, camp konsentrasi itu hanya mampu menampung sekira 750 orang perhari, sementara pendudukan Nazi Jerman hanya 3 tahun. Kalau dikalkulasi secara matematis dan hanya jika camp tersebut bekerja siang malam tanpa jeda, maka total Yahudi yang dikirim ke alam baka hanyalah 750 ribu orang!!! Lantas yang 5 juta 250 ribu lainnya didapat dari mana???




Oke, saya tak hendak membahas data konyol itu, karena tak ada lawan debat disini, percuma juga akhirnya. Karena para ahli sejarah seolah bungkam kalau sudah menyangkut teori Holocaust. Teori Holocaust merupakan teori (yang menurut saya) adalah teori paling bodoh sepanjang sejarah peradaban manusia. Kalau ada dari tuan sekalian yang memiliki data yang mendukung teori Holocaust tentang korban Yahudi, bolehlah kita bertemu dan beradu logika. Sekali lagi SECARA LOGIKA. Karena saya adalah orang yang berakal sehat, dimana segala sesuatu haruslah berdasarkan bukti dan logika yang kuat, bukan data yang berasal dari ahli nujum!!




Kembali ke Palestina.




Negeri malang tersebut kini haruslah berbagi daerah dengan Israel. Sebuah negara yang sebelum perang dunia kedua sama sekali tidak ada dari peta dunia, kini muncul dengan segala kecanggihan teknologinya. Ya, untuk yang terakhir itu tentu saja didapat dari patron dekat mereka, Amerika. Mereka tidak hanya menjajah dan merampas hak-hak rakyat Palestina, tetapi juga membunuh anak-anak dan para wanita. Sungguh diluar batas kemanusiaan. Apa yang dilakukan dunia melihat semua itu? Hanya Diam, tuan. Ya, hanya diam seribu bahasa.




Sejenak kita keluar kotak, kita lihat kasus yang skala kekejamannya jauh dibawah Israel. Kita ambil contoh tragedi menara kembar di World Trade Center, yang konon menelan korban jiwa sebanyak 3000 jiwa. Apa yang dilakukan dunia? Semua mengutuk, mengecam bahkan menjadikan Islam sebagai setan yang harus dilawan dengan rapalan mantra. Mantra yang bernama terorisme. Label itu melekat erat disetiap jidat muslim di seluruh dunia, untuk sebuah tragedi yang kebenarannya masih tanda tanya. Logika saya kembali berbicara: apakah mungkin, sebuah negara adidaya, dengan segala kecanggihan tekhnologinya, mampu diobrak abrik oleh segelintir orang bersenjatakan pisau?? Tak jelas apakah yang melakukannya adalah seorang manusia biasa atau manusia setengah dewa hingga mampu meledakkan gedung pentagon yang super canggih itu. Logika sehatku berkata: ini adalah lelucon yang sama sekali tak lucu.




Kita kembali ke Palestina.




Ada berapa juta rakyat Palestina yang telah dibantai Yahudi Israel selama masa pendudukan hingga saat ini? 10, 100, 1000 atau 3000 kah? Total data yang saya punya adalah sebanyak 17 juta rakyat Palestina meninggal dunia akibat kebiadaban Israel. Dari jumlah itu sebanyak 30% adalah pemuda, 40 % wanita dan sisanya adalah ANAK-ANAK!! Adakah tindakan dari dunia untuk menghentikan kebiadaban ini?? Tidak ada sama sekali. Semua bungkam, Tuan!!




Sekarang kita berlogika yang lebih cerdas.




Kalau pendirian negara Israel adalah akibat Holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman, kenapa harus rakyat Palestina yang menanggungnya??? Kenapa tidak mendirikan negara baru di Jerman saja sebagai pelaku Holocaust??? Dari pandangan hukum negara manapu di dunia ini, pelaku kejahatanlah yang harus menanggung sanksi. Apa salah rakyat Palestina hingga mereka harus menanggung dosa Jerman dan Hittler??? Logika macam apa ini???



Sekali lagi saya katakan, rupanya dunia sudah tidak memiliki pemimpin yang cerdas dan berani untuk berlogika semacam itu.




Yang menjadi persoalan kritis adalah, Palestina terpecah kedalam 2 faksi: Hamas dan Fatah. Mereka tak bersatu.




Hamas dengan teguh meyakini bahwa Israel tidak ada dan tidak boleh ada di Palestina. Mereka berjuang dengan keras tanpa henti menolak ketidak adilan ini. Sedangkan Fatah adalah faksi moderat. Menyetujui dan mengakui Israel. Seraya mengemis pada Amerika untuk diberi kemerdekaan dengan format “two state solutions”.




Entah mana yang terbaik bagi rakyat Palestina, namun Fakta mengatakan bahwa rakyat Palestina menolak adanya negara Israel. Hal itu terbukti dari pemilu yang dilakukan beberapa tahun lalu, dan dimenangkan oleh Hamas. Sayang, kemenangan suara rakyat itu ditolak oleh Amerika. Dengan dalih bahwa Hamas adalah teroris, maka suara rakyat Palestina dinegasikan. Fatah yang selama ini pro-Amerika/Israel tetap memegang kendali pemerintahan.




Sekarang izinkan saya berpendapat dan menyampaikan pandangan saya, Tuan.




Dalam pandangan saya pribadi, saya lebih condong sepakat dengan perjuangan Hamas. Seketika ini saya teringat perkataan Lenin dihadapan masyarakat Bolshevik sesaat sebelum meletus revolusi yang menjatuhkan Tsar yang tamak dan bengis dari singgasananya, yaitu: “tak ada kedamaian yang bisa didapat tanpa mempermaklumkan kekerasan”.




Saya pikir sudah cukup kebengisan Israel ditanah Palestina. Sudah saatnya Fatah dibubarkan dan melebur bersama Hamas mengangkat senjata. Tidak perlu ada belas kasihan terhadap Yahudi Israel. Percayalah bahwa di halal kan membunuh mereka. Tidak perlu takut dosa. Itu urusan belakangan. Yang penting adalah melakukan kekerasan sekeras mungkin pada Israel, sebisa mungkin membalas kekejaman mereka dengan kekejaman yang lebih dahsyat untuk menunjukkan bahwa tanah Palestina adalah hak rakyat Palestina. Berapa nyawa yang dibutuhkan untuk itu?? Sebelumnya saya memohon maaf bila data yang saya sajikan ini kurang berkenan dihati tuan sekalian, namun ini adalah data faktual dari sebuah perjuangan. Stalin pernah menghabisi 20 juta rakyat Sovyet untuk menegakkan Komunisme di Rusia, Mao Tze Tung membunuh 30 juta rakyat China dalam revolusinya, Pol Pot menebas 2,5 juta jiwa dalam satu ladang untuk memerahkan Vietnam. Semua dilakukan (saya yakin) tanpa rasa takut dosa, apalagi neraka. Sekali lagi itu urusan belakangan. Tepikan rasa belas kasih dalam perjuangan klas semacam ini. Saya pikir 15 juta rakyat Israel dibantai secara masiv pun bukanlah angka yang mengejutkan bagi saya. Itu normal dalam sebuah upaya perjuangan Klas. Sangat normal. Mengingat mereka adalah penjajah. Coba tanyakan Bung Tomo, juang kemerdekaan kita, apakah beliau-beliau itu takut dosa saat menembaki ribuan tentara Belanda hingga mati dan mengusirnya dari Indonesia?? Seandainya beliau-beliau masih hidup pasti akan berkata: “itu urusan belakangan, yang penting merdeka dulu”




Sekali lagi saya katakan dan tekankan, bahwa kedamaian hanya ada di ujung bayonet ( Kim Jong Il). Tegakkan pemerintahan yang bersifat Diktator Proletariat untuk mencapai tujuan besar, yaitu kemerdekaan bangsa Palestina. Singkirkan semua pengecut yang ada. Tak berguna mereka hidup. Hanya jadi pengemis kemerdekaan. Pergunakan pemuda-pemudi Palestina untuk berjuang atas hak mereka. Alam ini hanya disediakan untuk mereka yang tangguh, kuat dan tidak cengeng!! Hanya yang terkuat yang akan bertahan.




Sekiranya memungkinkan bagi saya untuk berbicara secara langsung pada rakyat Palestina, maka saya akan berkata: “ ini tanah moyang kalian, bukan moyang eropa. Menangis adalah perjuangan terlemah untuk mereka yang penakut dan saya tahu itu bukan sifat kalian. Kalian adalah pejuang yang tangguh. Bersikaplah layaknya Salahuddin Al Ayyubi. Seorang ksatria Islam yang telah memperjuangkan tanah ini untuk kalian. Angkat senjatamu. Habisi setiap Yahudi Israel yang kalian temui. Jangan dengarkan rintihan permintaan ampun mereka. Ingat!! Mereka tak pernah berbelas kasihan pada kalian, mengapa kalian harus mengasihi mereka?? Sudah cukup kata kasihan membelenggu kalian. Saatnya senjata berbicara, buktikan bahwa bayonet juga punya mulut yang bisa bicara dan tunjukkan pada dunia, Klas bangsa kalian yang sesungguhnya...”




Untuk yang terakhir dalam catatan saya. Izinkan saya sampaikan pada tuan sekalian, bahwa saya tidak sekali-kali menyukai kekerasan dalam penyelesaian persoalan. Namun khusus untuk Palestina ini, saya benar-benar geram dan habis logika. Israel telah membantai rakyat tak berdosa Palestina, membakar ladang-ladang mereka, memperkosa wanita-wanita mereka, membunuh anak-anak mereka selama kurang lebih 60 tahun terakhir ini........ 60 tahun, Tuan!!!......... Itu bukan waktu yang singkat. Bayangkan bila tuan berada dalam posisi mereka. Sanggupkah tuan menanggungnya?? Menyaksikan istri tuan diperkosa didepan mata, menyaksikan anak-anak tuan yang senantiasa tuan kasihi ditembak dihadapan tuan??




Saya mungkin hanyalah seriak kecil ditengah buih samudera. Tak ada arti. Namun catatan ini melukiskan betapa marahnya saya terhadap ketidak adilan dunia dan kekerdilan berpikir pemimpin dunia Islam. Maka izinkan saya bertanya, jikalau negara muslim dengan syariat Islam bersatu dan memungkinkan untuk menggulingkan Israel, mengapa tak segera dilakukan??. Jangan hanya berunding dimeja makan, tapi tak menghasilkan apapun kecuali kata Prihatin. Akan tetapi jika negara-negara Islam dengan syariatnya tak mampu tegak membela bangsa Palestina, biarkan rakyat Palestina mengambil teladan dari mereka yang telah berhasil memperjuangkan klas, selayak Lenin, Stalin dan Mao dalam perjuangannya. Atau mencontoh ksatria besar tanah itu yang bernama Sultan Saladin.




Ingatlah tuan, Palestina itu adalah Palestina kita juga. Meski mereka terpisah jarak ribuan kilo dari tempat duduk tuan yang nyaman, mereka adalah kerabat jauh kita juga. Rasalah kepedihan mereka. Sila mengecam tulisan saya ini jikalau merisaukan hati tuan. Tapi tolong jangan hentikan do’a dan dukungan tuan sekalian untuk mereka, Rakyat Palestina. Saudara kita.










Sekian.





Selasa, 19 Juni 2012

Jalan itu (ternyata) panjang dan berliku tajam..

Sudah lama saya tak corat coret diblog, terutama setelah ada kebijakan untuk menutup seluruh akses socmed melalui proxy, riwayat blog saya nyaris tamat..

hehe

Hampir 1,5 bulan saya tak memposting tulisan. Jemari rasanya kaku semua. Pikiran rasanya mandeg. Dulu, sehari saya bisa memposting 3-4 tulisan. Jadi ketika aksesnya tertutup, maka saya pun susah membiasakan diri untuk tak menulis.

Beruntung saya punya akun twitter..

Kebiasaan saya menulis sedikit tersalurkan disana. Saya dapat berkicau mengenai konsep gagasan. Tentang Nasionalisme, Politik, Sains dan Agama..

Nah, yang terakhir saya sebut ini yang hendak saya bahas menjadi pokok pikiran tulisan saya kali ini.

Awalnya saya tak begitu intens menyuarakan agama. Bagi teman-teman yang mem-follow saya sejak awal mungkin tahu bahwa kicauan saya tidaklah sekental saat ini saat membahas tentang Agama. Biasanya saya nge-twit soal keseharian, tips pertanian (maklum saya kan petani), juga aktifitas saya di Organisasi. Tak jauh dari itu.

Tapi beberapa pekan terakhir ini saya merasa tertantang untuk bersuara dan mengangkat tema Islam dalam twit-twit saya. Why?

Saya mulai resah dengan gencarnya gerakan yang bertajuk Jaringan Islam Liberal (JIL). Saya tertarik untuk meng-counter pemikiran JIL ini semenjak Ulil menjawab pertanyaan dari Followernya mengenai Tattoo, dimana dia menjawab bahwa Tattoo diperbolehkan dalam Islam. What?!!

Belum lagi gagasannya yang mendorong kawin beda Agama.. Hmm.. Ini kalau diteruskan, bukan tidak mungkin anak-anak saya kelak yang akan jadi korban.. Naudzubillah summa naudzubillahimindzalik!!

Dari situ saya tergerak untuk kembali membuka-buka kitab tua diperpustakaan saya dan mengabarkan yang benar meski follower saya sedikit.

Terus dan terus saya suarakan hal-hal prinsipil yang hendak dibelokkan oleh orang-orang JIL macam Ulil, Assyaukanie ataupun Guntur Romlie.

Pendek kata, dia ngetwit apa yang bertentangan dengan Islam, saat itu juga saya pulang dan menyuruh pembantu saya mencarikan buku di perpustakaan saya. Saat itu juga saya twitkan bantahan yang berasal dari Hadis dan Qur'an.

Terus terang, tujuan saya awalnya adalah semampu diri untuk menanggulangi gerakan JIL ini dengan cara bersuara melalui Twitter, meski (sekali lagi) follower saya sangat kecil. Tapi tak jadi soal, yang penting saya berusaha, soal hasil urusan Allah..

Tibalah saya menemukan hashtag (#) IndonesiaTanpaJIL.

Oke... Saya awalnya tak hiraukan, karena saya pikir ini hanya euforia singkat untuk mengimbangi hashtag IndonesiaTanpaFPI. Ya cuma lelucon di Twitland belaka..

I was wrong.. Ternyata Indonesia Tanpa JIL ini gerakan yang sangat solid. Banyak twit saya yang di Re-twit oleh teman-teman di Indonesia Tanpa JIL ini.

Pernah suatu ketika saya berdebat dengan Ulil mengenai nikah beda Agama. Saya pertanyakan landasan Ulil mengenai gagasannya mengenai nikah beda agama ini. Ternyata dia tak mampu jawab ketika saya sodorkan Surah Al Baqarah Ayat 221. Muter-muter jawabannya..

Lalu saat Ulil membolehkan menggambar Nabi. Saya twitkan tentang itu juga, tapi tentu saja dengan dalil dari Hadits dan Qur'an yang dengan gamblang mengharamkannya. Jadilah saya diblock oleh beberapa penikmat pemikiran JIL ini.

Masih banyak lagi perdebatan antara saya dengan komplotan JIL ini. Bahkan ada yang menyinggung masalah Muallaf dan sebagainya. Membabi buta. Nyaris tak ada argumentasi yang berkualitas selain bernada merendahkan dan melecehkan.

Saya terima saja, toh saya tak akan turun derajad karena itu. Terpenting niatan awal saya untuk penyelamatan generasi dari paham yang melenceng ini tersampaikan.

Hanya saja, saya kurang sreg bila kemudian beberapa sahabat di twitland yang memanggil saya dengan sebutan 'Ustadz'..

Plakk....

Rasanya saya tertampar keras oleh sebutan itu. Kenapa?





1. Saya belumlah mapan secara Ilmu hingga harus mendapat predikat itu.
2. Saya tak siap untuk bertanggung jawab dihadapan Allah kelak atas predikat itu. Tentu kalau ada  kesalahan ucapan dari saya lalu diikuti, maka sayalah yang menanggung dosa orang itu. Berat.. Saya tak siap dan tak akan pernah siap.
3. Usia saya baru 28 tahun... Kalau mendapat sebutan itu rasanya ada jarak dengan teman-teman sebaya dalam pergaulan. Kesannya antara guru dan murid. Saya tak mau ada jarak, karena pada hakekatnya saya juga belajar dari teman-teman.

Untuk itu setiap ada yang mention menggunakan sebutan itu, pasti saya tegur. Logikanya mudah kok.. Menurut saya, suatu gagasan itu akan lebih mudah diserap bila disampaikan dan diselipkan saat bercanda tawa dan bergurau daripada saklek seperti dikelas..hehe




Juga saya pun dapat belajar balik dari tanggapan-tanggapan. Tak ada rasa ewuh mekewuh (apa sih bahasa Indonesianya? Hehehe). Jadi enak, gayeng..




Nah, coba bayangkan bila suatu gagasan disampaikan 'top down' dengan sebutan Ustadz tadi. Seperti antara seorang Murid dengan Mursyid-nya... Waduuhh... Iya kalau yang saya sampaikan benar semua, lah Ilmu agama saya masih seujung kuku bayi (lebih kecil lagi malah), kalau salah kan gawaaattt....




Hehehe....




Hikmah yang dapat saya petik dari upaya saya beberapa pekan terakhir ini adalah mencoba meresapi dan merasakan apa yang terjadi terhadap perjuangan para pendahulu kita yang men-syiar-kan Islam. Betapa berat medan yang harus mereka lalui. Melewati cacian, ancaman pembunuhan, rasa lapar dan keterasingan. Tapi mereka tetap Istiqomah untuk menyampaikan sinar terang ditengah kegelapan.




Masya Allah....




Sungguh apa yang saya alami ini jauh lebih ringan dari para Guru itu. Kalau saya dapat sampaikan dengan mudah karena cukup lewat twit sambil duduk manis dan minum teh, tapi Beliau-Beliau itu berjalan kaki untuk menemui murid-muridnya. Bahkan sembunyi-sembunyi untuk mengajarkan Islam, hingga akhirnya besar seperti sekarang ini. Belum lagi taktik yang harus digunakan untuk mereduksi tradisi masyarakat saat itu agar tak jatuh ke lubang kemusyrikan. Sungguh sulit saya membayangkan betapa berat langkah kaki para Mursyid itu.

Juga resistensi yang harus didapat karena menyuarakan sesuatu yang sama sekali baru ditengah masyarakat. Saya mungkin hanya menghadapi orang-orang yang tak mampu berlogika secara sehat, merusak. Tapi para Mursyid itu menghadapi pedang dan belati dari orang-orang yang tak mampu berlogika, lagi kalap.




Ya Allah...




Mudah-mudahan saya dapat meneladani sikap mereka.. Istiqomah untuk berjuang di Jalan Allah, meski pergulatan dalam perjalanan itu cukup berat. Menempa bathin. Membutuhkan kesabaran.




Semoga saya bisa.. Bismillah

Jumat, 04 Mei 2012

eng...ing..eeenngg...

eng ing eeengg...

kalimat itu acap kali disebutkan oleh akun anonim yang saat ini sedang ramai dibicarakan orang yaitu @triomacan2000. dia selalu mengatakan itu setiap kali akan mentwitkan sebuah kasus korupsi. ya akun itu sangat getol membeberkan sejumlah kasus-kasus korupsi di negeri ini.

hmmm..

hampir sebulan lamanya saya tidak menulis di blog ini. awalnya saya menduga blogku dihack orang. tapi setelah melakukan 'investigasi' ternyata blogspot diblokir oleh server dikantor. ya walaupun tak semahir Roy Suryo dalam telematika, tapi kalau sekedar utak utik dikit, bisa laah.. hehe

untuk tema kali ini sengaja akan saya tuliskan sebuah pandangan umum saja tentang moralitas dan cara pandang orang terhadap orang lain dalam sebuah komunitas sosial.

dulu, orang tua saya selalu mewanti-wanti agar saya tidak 'adigang adigung adiguna' terhadap orang lain. apa itu adigang adigung adiguna..? penjelasan singkatnya sih sikap mental yang suka semena-mena terhadap orang lain.. orang tua saya selalu mengingatkan, bahwa tidak ada yang tahu nasib seseorang dikemudian hari.

contoh kecil bahwa ucapan orang tua saya itu benar.

tetangga saya ada yang (kebetulan) anaknya menjadi pegawai di dirjen pajak. yang namanya pegawai pajak, gaya hidup glamour plus segala kemewahan ia miliki. tentu saja ini membuat iri beberapa tetangga yang lain.

hanya saja, ia tak sadar bahwa Tuhan sedang mengujinya (tepatnya sang anak) dengan kemewahan dan harta yang berlimpah. ia bersikap semena-mena terhadap orang lain. angkuh dan sombong sekali. hampir tiap bulan ia beli mobil hyper mewah. padahal didepan rumahnya tepat, adalah rumah tukang becak yang hidupnya serba kekurangan.

setiap kali lewat didepan kerumunan orang dia tak pernah menyapa, bahkan kadang meludah seenaknya.

suatu ketika pernah dia berkata dengan nada mengejek pada seorang pemuda pengangguran..

"masih nganggur mas? kamu kan seusia anak saya? anak saya saja sudah gonta ganti mobil kok kamu kerja saja belum?" katanya

astaghfirullah..

memang sih, pemuda itu dari dulu ugal-ugalan dan tak pernah sekolah. tapi itu bukan sebuah alasan untuk siapapun merendahkannya. dia juga manusia yang punya hati. dan hati bisa sakit bila dizhalimi. dan doa orang yang dizhalimi itu sangat didengar oleh Tuhan.

benar saja..

2 minggu yang lalu tersiar kabar di Radar Bromo (Jawa Pos Grup) yang memberitakan bahwa anak tetangga saya yang semena-mena itu dikeler pihak kejaksaan karena tersangkut masalah korupsi pajak puluhan milyar. ia terseret setelah namanya disebut ikut berperan dalam korupsi pajak yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika..

apa yang terjadi kemudian?

sampai sekarang sama sekali tak pernah terlihat muncul. jangankan terlihat batang hidungnya, air ludah yang ia biasa keluarkan didekat kerumunan orang telah bersih ia jilat kembali. sampai aspalnya kinclong..hehehe

nah..

itulah teman..

saya hanya mengingatkan, jangan adigang adigung adiguna terhadap orang lain sebab tak seorang pun yang tahu masa depan. bersikaplah yang wajar terhadap siapapun. terlepas keburukan yang telah orang lain lakukan, itu adalah wilayah Tuhan untuk menghukum, bukan kita manusia.

saat satu jarimu menunjuk orang lain dengan dengki, maka ingatlah bahwa keempat jarimu yang lain mengarah padamu.

jangan sampai karena kesombongan dan keangkuhanmu yang tanpa sadar ataupun secara sadar telah mendzalimi orang, lalu orang tersebut berdoa pada Tuhan agar kamu tersungkur. saat Tuhan mengabulkan, maka namamu akan disebut oleh akun @triomacan2000 dengan #kode khasnya:

"eng ing eeeennnggg..."

tamatlah riwayatmu...


hehehehe...

sekian.