Senin, 06 Februari 2012

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah...

teman-teman mungkin masih ingat telenovela yang berjuduk "little missy"...? telenovela itu diputar sekitar tahun 90-an di TVRI. telenovela itu berkisah tentang persahabatan seorang anak gadis dengan para budak milik orang tuanya...




bla...bla..bla...




mungkin cerita di telenovela tersebut banyak yang didramatisir dan dikisahkan dengan lembut. padahal sesungguhnya cara "Tuan Baron" memperlakukan budak tidak lebih baik daripada memperlakukan hewan piaraan. tak jarang para budak itu disiksa dan tidak diberi makan. nyawa mereka seolah tak ada harganya.




nah,, di Amerika Serikat pernah melegalkan kegiatan perbudakan. sebagaimana terjadi dibelahan dunia yang lain, perbudakan selalu saja melibatkan orang kulit hitam. sejarah perbudakan di AS bertahan sejak lama. bahkan jauh sebelum negeri itu berdiri di 1776. sebelum abad ke-16, lembaga perbudakan ada hampir di seluruh dunia. baru pada pertengahan abad ke-16, muncul suara-suara protes dari kalangan gereja yang menyerukan penghapusan perbudakan. salah satu sekte Kristen yang terkenal dengan semangat anti-perbudakan adalah Quaker. menurut mereka, perbudakan adalah praktik yang un-Christian , tidak Kristiani. 




sekitar tahun 1865, perbudakan berhasil dihapus secara resmi di AS melalui amandemen ke-13, persis setelah perang sipil yang berlangsung selama lima tahun (1861-1865) di negeri Paman Sam itu. 




akan tetapi, praktik diskriminasi terhadap mantan budak masih terus bertahan, terutama di bagian Selatan. praktik segregasi itu bahkan disahkan melalui doktrin hukum yang terkenal saat itu: equal but separate




inti doktrin itu adalah orang-orang kulit hitam (belakangan lebih dikenal dengan sebutan African-American) dianggap sebagai warga negara yang sama dengan warga lain, tetapi mereka tak diperbolehkan berbaur dengan warga lain itu, terutama yang berkulit putih. 




penganut doktrin ini beranggapan bahwa praktek 'equal but separate' tak berlawanan dengan amandemen ke-13. dengan doktrin ini, orang-orang kulit hitam tak bisa bersekolah di tempat yang sama dengan orang-orang kulit putih. mereka dilarang masuk ke tempat-tempat umum dimana orang kulit putih ada di sana, seperti di restoran, pub, bar, bahkan toilet. 




orang-orang kulit hitam itu bisa dibilang sebagai warga negara kelas tiga. orang kulit hitam memang dianggap sebagai warga negara yang sah dan sama kedudukannya dengan warga lain, tetapi mereka seperti 'dikarantina' di tempat yang terpisah. praktik segregasi baru dinyatakan ilegal oleh Mahkamah Agung (Supreme Court) AS pada 1954 melalui suatu keputusan yang dikenal dengan Brown v. Board of Education. hasil pengadilan ini menyatakan bahwa seluruh praktik segregasi di sekolah-sekolah AS tidak sah dan bertentangan dengan konstitusi. seluruh sekolah diharuskan untuk mengintegrasikan murid-murid kulit hitam dengan murid-murid kulit putih. de-segregasi ini diharuskan di tempat-tempat publik yang lain.





semua sekolah (tentu dengan rasa enggan / terpaksa) menaati aturan ini. tetapi ada perkecualian yang kemudian pecah sebagai insiden yang menghebohkan seluruh Amerika pada tahun 1957. insiden itu terjadi di sebuah sekolah menengah di kota Little Rock, yakni Little Rock High School. 




nah inilah inti cerita itu....




menindaklanjuti hasil pengadilan itu, NAACP (National Association for the Advancement of Colored People), sebuah LSM yang berjuang untuk membela hak-hak sipil warga kulit hitam, berencana untuk mendaftarkan sembilan murid hitam di Sekolah Little Rock yang seluruh muridnya berkulit putih. 

kepala sekolah setuju. 

rencananya, kesembilan murid itu akan mulai masuk pada musim gugur 1957, persisnya pada 4 September 1957. namun rencana ini kemudian diprotes oleh kelompok kulit putih yang pro segregasi. mereka mendatangi sekolah itu dan menghalang-halangi kesembilan murid tersebut untuk masuk gerbang sekolah. 


yang lebih dramatis..... Gubernur negara bagian Arkansas (Orval Faubus) mendukung kaum segregasionis itu, dan tak main-main, ia mengirimkan tim Garda Nasional dari Arkansas untuk membantu kaum kulit putih mencegah sembilan murid hitam memasuki halaman sekolah. 



sembilan murid hitam itu akhirnya gagal masuk sekolah. 



murid yang masih ingusan itu, dicegat oleh barisan tentara Garda Nasional. mereka juga menjadi sasaran cemoohan dan pelecehan massa kulit putih yang meneriakkan yel-yel, “Two, four, six, eight... We ain’t gonna intregrate!” mereka mengejar dan memukuli para wartawan yang meliput peristiwa itu. kejadian ini langsung menjadi isu nasional yang menyedot perhatian seluruh warga Amerika. 




melihat tindakan Gubernur Arkansas yang nyata-nyata melawan keputusan Mahkamah Agung ini, Presiden Dwight D.Eisenhower langsung turun tangan. dia meminta Gubernur Faubus menemukannya secara pribadi, dan memerintahkan agar dia tak membangkang dari keputusan Pengadilan. 




Gubernur Faubus rupanya tak menggubris. 




terjadilah ketegangan antara pemerintah federal dan negara bagian. 




Presiden Eisenhower akhirnya mengambil alih masalah 'kecil' kota Little Rock ini. dia mengirim tim Divisi airborne 101 dari Angkatan Darat AS ke Arkansas untuk melindungi sembilan murid kulit hitam itu. 




tindakan Presiden Eisenhower berhasil. 




pada 23 September 1957, untuk kali pertama, sembilan murid itu berhasil masuk sekolah dengan dikawal oleh 1.200 pasukan AD Amerika...!!




Presiden Eisenhower juga mengambil tindakan drastis lain - memfederalisasi tim Garda Nasional Arkansas dan menempatkannya langsung dibawah komando presiden, bukan lagi di bawah Gubernur Faubus . Tujuannya jelas: agar Gubernur Faubus tak menggunakan tentara garda itu untuk melawan pemerintah federal. 




luar biasa... 




sembilan murid kulit hitam di sebuah kota yang jauh dari ibukota Washington, masuk sekolah dengan dikawal oleh 1.200 tentara. hak mereka untuk sekolah akan dibatalkan oleh seorang gubernur, dan seorang presiden langsung turun tangan melindungi murid-murid yang masih belia itu. keberanian Presiden Eisenhower untuk langsung turun tangan dan ambil alih masalah ini, merupakan 'kebajikan kepemimpinan' (virtue of leadership) yang layak diteladani. tentu saja, tindakan Presiden Eisenhower ini kontroversial, dan ditentang oleh orang-orang kulit putih di wilayah Selatan yang umumnya masih pro segregasi. tetapi, konstitusi tetaplah konstitusi, dan harus ditegakkan. 



saya mengangkat kisah tentang perbudakan ini sebagai tulisan pembuka bukan berarti saya ingin mengangkat tema tersebut dalam tulisan saya. saya merasa tidak mungkin untuk menulis tentang perbudakan di Indonesia, selain karena minimnya perbendaharaan literal saya mengenai itu, saya pun melihat perbudakan di Indonesia sangat samar karena terjadinya pada masa penjajahan belanda juga pilihan kata yang digunakan pun absurd seperti 'eksploitasi' dsb. jadi saya tidak akan menulis tentang itu.


saya bermaksud menuliskan tentang "kebajikan kepemimpinan" (virtue of leadership). 




sebagaimana kita ketahui bersama, krisis ekonomi jilid II yang terjadi karena krisis utang eropa saat ini, telah menghantam sendi-sendi perekonomian dunia di berbagai aspek (eks-im, hulu-hilir dsb). bahkan kalau beleh jujur, krisis saat ini lebih dahsyat daripada krisis ekonomi jilid I yang terjadi akibat permainan saham George Soros. bila krisis ekonomi jilid I atau yang populer disebut krismon itu mengakibatkan kenaikan harga pangan dunia akibat "bubbles commodity" yang berawal dari boomingnya biofuel, namun untuk krisis ekonomi jilid II ini lebih kompleks lagi karena diakibatkan krisis utang eropa yang sangat akut.


menanggapi terjadinya krisis ini, pemerintah boleh saja menepuk dada dengan menunjukkan sejumlah data yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi diatas 6,5%. kita menjadi negara yang memiliki perekonomian positif saat negara-negara lain di kawasan asia tenggara (bahkan asia) menuai respons negatif. maka tak pelak negara kita pun berubah menjadi sebuah negara tujuan investasi dunia (investment grade). sebagai warga negara, saya bangga atas itu. luar biasa bangga. sebab selama ini yang menjadi berita di stasiun televisi dunia tentang negeri kita hanyalah mengenai ranking korupsi yang tak kunjung membaik. berita mengenai investment grade ini bagai sebatang lilin ditengah gelap gulita, bagi pelaku bisnis besar, bagi pemilik korporasi raksasa juga pemilik holdings company kelas dunia.


tapi bagaimana dengan pelaku UKM? bagi pedagang di pasar, pedagang eceran atau kios-kios kecil dipinggir jalan, apa makna sebenarnya dari angka 6,5% itu?



dua hari yang lalu saya sengaja mengantar istri saya belanja di pasar. bukan hanya mengantar sampai di gerbang dan kemudian duduk diatas motor sambil baca koran, tapi saya benar-benar masuk kedalam dan melihat kondisi didalamnya. alangkah terkejutnya saya. selain kondisi pasar yang memprihatinkan karena sanitasi yang buruk dan becek akibat hujan, kebanyakan pedagang di dalam pasar mengeluh karena sepinya pembeli. saya heran. karena disaat pengunjung ramai, tapi mengapa dagangan sepi?



fakta yang terjadi dilapangan benar-benar bertolak belakang dengan angka pertumbuhan ekonomi saat ini. para pelaku ekonomi mikro, kecil dan menengah sedang menjerit karena tingginya berbagai bahan pokok dan merosotnya daya beli masyarakat. untuk dicatat, bahwa saya menuliskan ini bukan sebagai bentuk pesimistis terhadap masa depan perekonomian Indonesia, tapi saya sekedar berkicau untuk menyampaikan pandangan jujur dan alakadarnya tentang fakta dilapangan. anggaplah otokritik kecil-kecilan. atau pelengkap data yang sudah disajikan. jika data sebelumnya adalah serangkaian angka yang menggembirakan, maka ini adalah fakta yang sedikit menyedihkan. itu saja.


lanjut......hehehehe


secara logika kasar, harusnya pertumbuhan ekonomi seperti itu dapat memberikan angin segar bagi industri kecil dan mikro, termasuk UKM. dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar itu, otomatis tingkat inflasi hanya akan berada di kisaran 3 hingga 4% saja, yang berarti naiknya daya beli masyarakat. tapi lihatlah faktanya. data tinggallah data. setiap kali masuk ke pasar, yang kita dapati hanyalah keluhan tentang sepinya dagangan mereka. kenapa pasar? karena pasar adalah tempat bertemunya 75% masyarakat yang sebagian besar adalah golongan ekonomi kecil dan menengah, dimana jumlah masyarakat yang berada di golongan tersebut adalah 80% dari total populasi masyarakat indonesia yang berjumlah 230 juta. jadi menurut saya, adalah tepat menjadikan pasar sebagai indikator utama perekonomian.


contoh yang paling sederhana, coba tanyakan pada salah satu ibu-ibu yang sedang berbelanja di pasar (tanya saja secara random). kebanyakan mereka akan menjawab: "duh, keadaan sekarang jauh beda dengan dulu. kalau dulu uang 30 ribu dapat kebutuhan pokok, tapi sekarang uang 30 ribu seperti tak ada nilainya.."


itu adalah salah satu jawaban yang paling sering terlontar dan saya pikir itulah  indikator paling mudah untuk kita dapatkan untuk menggambarkan situasi saat ini.


tak perlu saya tuliskan tentang pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter, fiskal ataupun tingkat inflasi yang membikin pusing kepala dan belum tentu kita semua paham. cukup kita ambil sampel saja lalu lihat itu sebagai fakta dilapangan. betapa masyarakat merasakan beratnya beban hidup saat ini. sering saya bertanya pada diri sendiri, sebenarnya data yang menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% itu berasal dari mana? apa saja indikatornya? faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?


saya setuju dengan ucapan Steve Jobs : "stay hungry, stay foolish"


itu pula yang membuat saya senang untuk terus merasa bodoh. sebab justru karena bodohlah saya senantiasa bertanya tentang hal-hal yang belum saya ketahui, tanpa beban. sebab jika saya merasa pandai,  maka saya akan malu untuk bertanya tentang hal-hal yang tak saya ketahui. biarlah saya menjadi orang yang selalu merasa bodoh diantara jutaan orang-orang (yang merasa) pandi di Republik ini. oleh sebab itu wajar saya seringkali membuat tulisan yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan. bahkan mungkin orang-orang itu akan tertawa jika membaca saya, karena mungkin ini bertentangan dengan teori ekonomi yang ada.

hahahaha.... apalah artinya teori jika tak dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya...???

8 tahun yang lalu, saat masih menjadi mahasiswa, saya sudah mempelajari dan berdiskusi mengenai teori ekonomi mikro/makro, kebijakan moneter, fiskal maupun pasar. jadi itu bukan barang baru bagi saya. sehingga kalau ada yang mau mendebat tulisan saya ini dengan teori-teori itu maka saya berharap tidak sekedar teori, tapi juga disertai fakta. biar fair.


dan pertanyaan mengenai pertumbuhan ekonomi ini masih menjadi sebuah pertanyaan besar untuk saya. bukan karena belum ada penjelasan mengenai itu. hanya saja penjelasan yang ada masih terasa ganjil bila dihadapkan pada realita. apakah saya harus mengambil jawaban yang tidak relevan itu sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? jika iya, itu berarti sama saja saya mengambil kompas rusak untuk dijadikan alat bantu navigasi ketika saya tersesat ditengah hutan belantara.


berbicara mengenai kebajikan kepemimpinan (virtue of leadership), terus terang saya angkat topi terhadap terobosan yang dibuat oleh mantan wapres Jusuf Kalla. beliau begitu cermat dan cepat dalam bereaksi mengenai hal ini. lihat saja program BLT, PNPM Mandiri, BOS dan sebagainya. program-program itu merupakan terobosan yang beliau ciptakan untuk mendistorsi kesenjangan sosial yang ada. walaupun dalam implementasinya terdapat kekurangan disana-sini, namun itu hanya bersifat normatif, bukan inti kebijakan itu sendiri. semua kekuarangan tersebut dapat diselesaikan ditingkat monitoring dan evaluasi.


BLT misalnya, merupakan model pemerataan yang banyak diadopsi dari negara-negara sosialis seperti argentina, brazil dan bolivia. dilihat dari antusiasme masyarakat miskin saat merespons program ini, saya pikir program ini cukup berhasil. namun entah mengapa program ini tiba-tiba saja menghilang seiring pergantian tongkat kepemimpinan.


virtue of leadership semacam inilah yang saya pikir perlu menjadi acuan dalam mendesain perekonomian bangsa saat ini. yaitu re-distribusi ekonomi. boleh saja kita bangga melihat geliat ekonomi makro yang cukup mengharumkan nama bangsa kita di mata internasional yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan investasi, tapi kita juga tak boleh menutup mata pada persoalan ekonomi mikro terutama UMKM karena telah menyumbang sedikitnya 33,08% terhadap PDB. diperlukan adanya semacam stimulus ekonomi yang diberikan pada mereka yang rata-rata mengalami kesulitan dalam mendesain dan memasarkan produk karena kualitas SDM yang minim. ada baiknya sektor ini lebih diolah agar dapat berkontribusi secara optimal pada akhirnya. sektor UMKM ini telah banyak membantu pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran. mereka mampu menyedot tenaga kerja cukup banyak. memang jumlah pengangguran yang diangkat oleh UMKM ini sangat kecil bila dilihat secara per unit, jumlahnya tak seberapa. tapi jika dilihat secara keseluruhan, dimana jumlah UMKM di Indonesia ada 59 juta unit, maka silahkan hitung sendiri jika masing-masing UMKM dapat memberdayakan setidaknya 4 orang pekerja saja.


well.....


jika di Amerika Serikat, Presiden Dwight D.Eisenhower mampu membuat gebrakan atas diskriminasi yang dialami warga kulit hitamnya, maka adalah hal yang luar biasa bila pemerintah kita melakukan hal serupa terhadap pelaku UMKM yang senantiasa dipandang sebelah mata...



sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar