Selasa, 12 Maret 2013

Waktu....

Bismillah...

Kaku rasanya jemari menyentuh blog ini.. Hmmm.. Sudah lama sekali saya tidak mencorat-coret disini. Kalau dihitung-hitung sudah hampir 1tahun saya tinggalkan 'rumah ide' ini.. Hehehe.

Waktu...

Sayyidina Ali pernah berkata bahwa waktu adalah pedang.

Saya merasakan benar kata mutiara itu mengejar dan nyaris menebas leher.. Haha..

Bayangkan saja, saat ini saya menjadi Pemimpin Redaksi majalah 'Planner' sekaligus menjadi editor untuk website milik Bappeda. Belum lagi rutinitas dunia pertanian yang menyita waktu dan pikiran saya. Ditambah lagi deadline untuk menerbitkan buku pada bulan depan. Dan yang pasti menyapa sahabat-sahabat di jagad twitter. Benar-benar rutinitas itu telah menghajar saya dari delapan arah mata angin.

Disela-sela kesibukan itu, tugas utama saya sebagai ayah dan suami tak boleh terabaikan. Hari sabtu dan minggu atau hari libur nasional, praktis saya gunakan untuk bersama keluarga dan sahabat-sahabat didunia nyata.

Betapapun saya terbang tinggi di dunia tulis menulis, dunia abstrak, dunia maya, atau apa pun lah itu namanya, keluarga adalah dunia saya yang paling nyata.

Hmm...

Saya adalah tipikal orang yang tidak mau kehilangan momentum untuk menyaksikan tumbuh kembang anak. Setiap detil pertumbuhan anak saya harus tahu dan ikuti.

Benjamin Franklin bilang "lost time is never found again"

Betapa menyesalnya saya jika sampai melewatkan tumbuh kembang anak. Tahu-tahu anak bisa lari, tanpa tahu bagaimana tertatihnya anak saat belajar berdiri, tentu merupakan kesedihan yang mendalam.

Why?

Karena tak mungkin kita mengajari anak untuk belajar berjalan sementara dia sudah bisa bermain sepak bola, kan? Hehe..

Ada banyak orang tua yang begitu saja menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu atau baby sitter. It's Ok. It's a choice..

Mungkin dengan alasan kesibukan rasa sesal itu berhasil mereka patahkan. Tapi jangan juga mencap anak durhaka jika kelak dengan alasan yang sama meletakkan orang tua semacam itu pada panti jompo...


Waktu yang berlalu tak akan pernah bisa ditemukan kembali...


Sebagai manusia biasa, tentu saya merasa memiliki banyak kekurangan. Saya bukan Superman yang bisa menyelamatkan mobil dari tabrakan meski hanya beberapa detik dari kejadian. Atau membawa keangkasa orang-orang yang dicintai. No.. I'm not that one.

Saya juga punya stok kesabaran. Saya juga bisa ngantuk. Dan yang pasti saya tak bisa terbang..

Kadang orang melihat apa yang nampak diluar saja. Tampak tenang, selalu senang, menjauh dari kesulitan dsb. Hehe...

Saya, anda, kita semua itu pada hakekatnya sama.

Allah sudah memberi takaran yang sempurna terhadap berbagai persoalan dalam hidup hambanya. Saya pun memiliki permasalahan. Sama kok. Hanya saja manajemen konflik saja yang membuat berbeda.

Saya diajarkan oleh orang tua agar selalu menyimpan rapat persoalan yang dihadapi. Tidak semua untuk konsumsi orang atau teman, sekalipun orang itu berlabel sahabat. Karena disanalah letak kedewasaan kita akan dinilai.

Sejak dari itu, setiap persoalan yang ada selalu saya dan istri selesaikan berdua. Jangankan tetangga, pembantu pun sedapat mungkin tidak tahu.

Itu prinsip.

Saya kemarin malam sedang makan malam bersama keluarga disebuah restoran. Suasananya nyaman dan tenang. Alunan musik berkejaran dengan gemericik air dari kolam ikan.

Tapi ketenangan kami terganggu oleh ulah seorang pria dan wanita yang dengan nada tinggi saling membentak.

Kegeraman saya makin menjadi karena ada 4 mata bocah yang menyaksikan adegan menyedihkan itu. Mereka adalah anak-anaknya.

Anak-anak saya yang tak pernah melihat hal seperti itu kontan ketakutan.

Nyaris saya lempar air kobokan pada mereka agar berhenti mempertontonkan adegan tak berbudaya itu. Kenapa air kobokan? Karena dirumah, kalau ada kucing ribut solusi singkatnya ya diguyur air.. Hehe

Sejenak saya berpikir..

Betapa kedewasaan dan usia seseorang itu tak jarang berjalan beriringan.

Seseorang boleh memiliki uban diseparuh rambut kepala, tapi itu bukan jaminan tingginya budi dan tebalnya rasa dewasa. Usia hanya akan menjadi deret angka tanpa makna, jika kita tak mau berkaca dan belajar bagaimana cara melalui hidup. Sampai kapan pun kedewasaan tak akan pernah menjadi bagian diri, bila kita membiarkan diri terbelenggu bayang-bayang angan yang tak kesampaian.

Secara tidak sadar, pria dan wanita itu tadi mengajarkan pada anak-anaknya bagaimana cara menyelesaikan  masalah. Jadi jangan heran juga jika kelak anak-anaknya terlibat dalam tawuran pelajar, karena mereka telah belajar jauh-jauh hari pada diri orang tua. Jangan salahkan sekolah tempat mereka belajar, karena 'sekolah' mereka yang paling nyata adalah orang tua.

Well done is better than well said...


Jika ada diantara pembaca adalah orang tua, maka belajarlah untuk bertanya pada diri sendiri: "sudahkan aku menjadi teladan yang baik bagi anakku?" | "sudahkan aku berbuat yang terbaik untuk generasiku?"

Jika kemudian hati anda menjawab belum, maka segeralah berubah, sebelum semua yang anda lakukan itu berbalik pada diri anda sendiri dikala tua nanti..

Selamat pagi... Selamat beraktifitas

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq. Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar