Rabu, 22 Februari 2012

Save Our Children




Dunia saat ini sedang mengalami kemajuan tekhnologi yang sangat pesat. Semua kebutuhan manusia dapat diperoleh hanya dengan sentuhan jari. Benar-benar luar biasa. Saya yakin semua orang di dunia ini telah menikmati hasil-hasil dari kemajuan tekhnologi.

Internet, telephone, televisi, kamera bahkan yang terbaru adalah nano tekhnologi.

Semua itu diciptakan untuk mempermudah hidup manusia. Mudah untuk memenuhi kebutuhan informasi, komunikasi, hiburan dan kebutuhan-kebutuhan lain yang tak terhingga jumlahnya.

Tapi alam ini diciptakan Tuhan dengan segala pengimbangnya. Semua tersusun begitu rapi dan sempurna seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan wanita, senang dan susah, yin dan yang, hutan dan hujan, baik dan jahat dan seterusnya.

Demikian juga dengan tekhnologi. Dibalik segala kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan selalu ada hal sebagai efek samping. Apa itu?

Anak-anak jawabannya….

Kenapa dengan anak-anak?

Ya…. Memang beberapa hal positif bisa didapat dari kemajuan tekhnologi ini. Seperti televisi misalnya, banyak acara yang ditawarkan khusus untuk anak-anak. Acaranya sangat edukatif dan menyenangkan sebagai hiburan.

Tetapi jika kita lihat lebih mendalam, anak-anak jadi terpaku dengan acara-acara televisi tersebut meskipun kontainnya sangat edukatif dan menghibur. Padahal sebagai anak-anak mereka juga membutuhkan waktu untuk bersosialisasi dengan sebayanya. Bermain dan bercengkerama di alam. Ketika anak-anak mulai ‘menjauh’ dari kehidupan sosial mereka, maka dampaknya adalah pada mental. Mereka cenderung kurang mandiri dan anti-sosial.

Tapi yang lebih berbahaya adalah bila yang ditonton mereka adalah film-film atau sinetron yang seringkali bermuatan kekerasan. Secara tidak langsung ini akan membentuk kepribadian mereka.

Ini kalau dibiarkan akan sangat berbahaya sekali. Betapa pun, anak adalah asset yang paling berharga.

Saya jadi sedikit berkhayal untuk ini. Kalau melarang seluruh televisi untuk siaran di jam-jam tertentu atau off pada jam-jam dimana anak-anak harus belajar, itu adalah mustahil. Terlalu kompleks implementasinya. Selain karena Indonesia terbagi kedalam 4 wilayah waktu, juga karena televisi swasta meraih untung dari iklan pada prime time dimana itu terjadi di jam-jam yang anak-anak sedang belajar.

Oke… ide saya seperti ini.

Andaikan saja di daerah kita ada semacam aturan mengenai jam malam yaitu sekitar jam 5 sore hingga 8 malam ditetapkan sebagai jam dimana televisi dan segala perangkat internet harus off.

Pada jam-jam tersebut orang tua harus fokus untuk menuntun anaknya belajar. Tidak boleh memperhatikan hal lain selain anak, sekalipun ada sinetron paling lebay sedang diputar. Semua harus diletakkan dan fokus pada pendidikan anak.

Tidak usah terlalu lama, 3 jam saja setiap hari jam malam itu berlaku.

Ketika itu sudah menjadi sebuah aturan, tentu saja harus diikuti konsekuensi logis yang mengikat jika dilanggar, yaitu berupa sanksi yang tegas. Tak lupa harus dibentuk satuan pengawas ditiap-tiap RW, dimana pada jam-jam tersebut bapak-bapak secara bergiliran ronda keliling mengawasi rumah-rumah dan (kalau perlu) menegur dengan keras jika masih ada orang tua yang bandel nonton sinetron-sinetron (yang sama sekali tak berkualitas) yang sedang gentayangan ditelevisi-televisi swasta.

Saya yakin, 3 jam itu akan sangat berdampak besar terhadap dunia pendidikan anak-anak kita.

Coba anda perhatikan jadwal anak-anak anda jika sedang dirumah. Hampir 85% kegiatannya adalah menonton televisi dan 50% diantaranya mereka menonton sinetron yang tayang pada jam belajar!!

Mengerikan sekali bukan…

Mau jadi apa anak-anak kita kelak kalau kesadaran akan itu tidak segera kita gugah?

Boleh kita sekarang sukses, anak-anak kita tidak kekurangan satu apapun. Tapi bagaimana masa depan mereka? Mampukah mereka hidup enak seperti kita saat ini kelak? Ini yang harus kita pikirkan bersama.

Kita harus keluar dari zona nyaman ini…

Bila sebelumnya di jam-jam petang hingga malam kita habiskan untuk bbm-an, internetan atau nonton sinetron berjama’ah dengan anak-anak kita, dengan adanya aturan itu kita harus segera berubah. Demi masa depan anak-anak kita.

Coba kita hitung frekuensi interaksi kita dengan anak:

- Pagi kita bangun jam 5.30. anak-anak bangun jam 06.00, kemudian mandi sarapan dan sebagainya, tepat jam 7 pagi berangkat kerja. Saya berani bertaruh di jam itu tidak ada interaksi atau komunikasi yang baik antara anak dan orang tua selain suara orang tua memerintahkan anaknya untuk bersiap sekolah atau menanyakan PR mereka. Betul?

- Kemudian kita baru pulang kerja jam 4 sore atau bahkan lebih bila ada kerjaan yang belum selesai. Demikian juga dengan anak-anak kita, baru pulang sekitar jam 2 siang, lalu pergi les atau bermain dengan pembantu. Itu hingga jam 6 sore. Saya pun berani bertaruh di jam-jam ini orang tua sedang istirahat karena kepayahan bekerja sehingga tidak ada interaksi antara anak dan orang tua. Betul?

- Lalu jam 6 petang hingga jam 9 malam, ibu-ibu terpaku menonton sinetron sedang bapak-bapaknya asik baca Koran karena tak sempat baca pada pagi hari. Anak-anak? Bercengkerama dengan pembantu atau menemani ibu mereka menonton sinetron yang sama sekali bukan asupan yang baik sebagai tontonan

- Dan jam 9 malam hingga pagi lagi semua orang telah tidur.

Pertanyaannya adalah kapan ada waktu untuk komunikasi dengan anak?????? Apa anak hanya cukup kita berikan kebutuhan jasmaninya saja???? Apakah mereka cukup hanya dengan memberikan uang saku saja????? Kalau iya adalah jawaban anda, sebaiknya tutup blog saya dan lanjutkan aktifitas anda yang menyedihkan itu. Tapi kalau tidak adalah jawaban anda, maka berpikirlah untuk berubah.

Tapi itu semua tidak akan berjalan dengan baik bila pemerintah tidak mengambil sebuah kebijakan berani untuk mengatur masalah ini. Sekali lagi akan sangat baik bila ide ini diimplementasikan sebagai aturan.

Adanya keseragaman pola asuh pada anak akan menjadikan anak-anak kita, minimal di daerah yang ‘berani’ mengatur masalah ini, akan tumbuh bibit-bibit unggulan yang siap menjadi pengganti kita dimasa yang akan datang. Generasi-generasi tangguh yang siap menjadi lokomotif pembangunan bangsa.

Saya tidak anti dengan televisi atau tekhnologi, karena saya pun sangat meminati tekhnologi dan ikut menikmati kemajuan tekhnologi. Maksud dari tulisan ini bukanlah untuk membentuk sebuah masyarakat anti televisi atau masyarakat anti sinetron, sama sekali tidak. Saya hanya berpikir untuk mengatur pola hidup saja. Adalah hak anda menonton televisi, adalah hak anda untuk menikmati tekhnologi.

Tapi ingat!!!

Adalah kewajiban anda untuk mendidik anak. Juga adalah hak anak untuk memperoleh perhatian dan kasih sayang dari anda sebagai orang tua. Tidak hanya uang yang anda berikan sebagai jawaban atas permintaan kasih sayang dan perhatian dari mereka, tapi perhatian dan kasih sayang dalam konteks yang sebenarnya.



Lantas….. apakah ide ini mungkin untuk direalisasikan????



Terserah anda sebagai orang tua. Juga para pemangku kebijakan. Lha wong ini Cuma ide kok. Diambil monggo, dibuang pun silahkan… hehehehe…. Yang pasti, penyesalan itu selalu dibelakang tempatnya, bukan di depan.



Al haqqu min rabbika fala takunanna min al mumtarin
In uridhu ilal ishlaha wama taufiqi ila billah
Wallahu a’alam bish shawab 




sekian

1 komentar:

  1. untung aq ga suka sinetron, ortu q jg ga biasa ngikuti sinetron...hehehe....

    BalasHapus