Filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda - Aristoteles (384-322 SM)
sahabat-sahabatku yang budiman,
semalam saya nyinaoni (apa ya bahasa Indonesianya..?) anak saya Danniel. Puji Tuhan, sekarang anak saya itu sudah bisa baca tulis. bahkan untuk memacu rasa cintanya pada buku, tak jarang saya memberikan stimulan berupa ice cream atau kue padanya. setiap kali kami jalan-jalan, segala tulisan di baliho atau wallpaper ia baca dengan seksama lalu kemudian menanyakan maknanya pada saya. itu terjadi berulang-ulang. bertanya tentang segala hal yang tak ia mengerti. saya pun bersemangat menjawabnya. itu artinya anakku telah belajar dengan benar.
saya jadi teringat masa kecil saya dulu..
masih ingat jaman kita SD dulu ada buku tebal namanya RPAL (Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap) dan RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) ??
buku itu menjadi semacam kunci jawaban atas semua pertanyaan yang ada di pelajaran IPA dan IPS. begitu dominan tekhnik hapalan dalam dunia pendidikan saat itu. sama sekali tak ada celah untuk bertanya. semua sudah pasti dan wajib. kalau jawabannya melenceng dari kedua buku 'sakti' itu berarti salah. sungguh tersiksa rasanya. karena sebagai seorang yang dikaruniai rasa haus akan ilmu, maka sikap 'tanya' itu seperti sudah melekat ditiap tetes darah saya. dan itu terbawa hingga sekarang. meski saya mengerti, tak jarang saya masih bertanya, tujuannya adalah mengetahui pemikiran orang lain. sudah barang tentu spektrum pemikiran saya berbeda dengan yang lain atas satu soal, sebab Tuhan menciptakan manusia dengan keunikannya sendiri-sendiri.
saya mengutip ucapan Aristoteles untuk mengawali tulisan diatas karena saya merasa dunia pendidikan kita telah melenceng jauh dari rel filsafat.
didalam filsafat, kita dituntut untuk mengetahui dasar dari segala dasar perihal yang ada di hadapan kita. bahkan kita juga diharuskan mempertanyakan sebuah jawaban yang sudah 'dijadikan' kepastian oleh umum.
kita akan enak dalam melangkah jika mengetahui dasar segala dasar sebuah persoalan. kita tak akan mudah terjebak dalam stigma ataupun terjerumus dalam pemikiran orang lain. kita akan memiliki suatu sikap kemandirian berpikir. tidak sekedar ikut-ikutan.
ini yang membuat saya begitu mencintai filsafat.
sekarang sejenak saya ajak teman-teman untuk masuk kedalam dunia pendidikan kita, dunia pendidikan anak-anak kita.
kalau dulu tekhnik hafalan adalah sebuah dominasi mutlak yang menjadi haluan dalam mendidik, bagaimana dengan sekarang? saya pikir dunia pendidikan saat ini justru makin menjauh dan melenceng dari hakekat belajar.
sekolah saat ini telah menjadi semacam pusat pengetahuan yang tersistematik. ada banyak kompleksitas yang perlu kita kaji ulang dan harus diubah sesuaikan dengan asas belajar dalam artian yang sebenarnya. pengetahuan cenderung menjadi sebuah monumen mati yang tak dapat lagi diubah, berdiri secara objektif, terlepas dari kehidupan dan hanya bisa diperoleh jika kita sekolah.
ini benar-benar salah kaprah!
pengetahuan itu adalah seperti organisme yang terus tumbuh dan tak boleh di 'stupa' kan seperti berhala. pengetahuan itu pada hakekatnya adalah sangat dekat dengan kehidupan kita, pergulatan sehari-hari, kata kunci yang dibutuhkan untuk itu hanyalah 'tanya'. selama kita masih mau bertanya, maka selama itu pula pengetahuan akan terus kita dapatkan, sekalipun tidak berada di dalam sekolah.
akan tetapi karena indoktrinasi pada masa lampau yang menanamkan bahwa ide tentang sekolah adalah pusat pengetahuan, dan itu terus menerus kita ajarkan secara turun temurun akhirnya kita merasa tidak tahu kalau tidak sekolah. kesalahan selanjutnya adalah menjadikan sekolah sebagai sebuah industri, semacam 'pabrik pengetahuan' yang ditunjang oleh kekeliruan yang bersifat institusional seperti menerbitkan ijasah. inilah awal dari carut marut dunia pendidikan kita. ketika tingkat pengetahuan seseorang ditentukan oleh ijasah, maka tak mengherankan bila rangkaian kekacauan selanjutnya adalah JUAL BELI IJASAH!!
seharusnya pengetahuan itu didapatkan seseorang karena pergulatan dan pencarian diri yang utuh...
praktek jual-beli ijasah ini bukan saja menghancurkan kredibilitas ILMU PENGETAHUAN, serta melecehkan hakekat pendidikan, tapi juga membuat lumpuh kita karena pengetahuan seolah dimonopoli oleh institusi sekolah.
oke sekarang kita kembali ke persoalan pendidikan anak-anak kita.
akan sampai kapan ide tentang sekolah ini terus melingkari kehidupan dunia pendidikan kita??
apakah sudah tidak seharusnya ada sebuah gerakan untuk mengembalikan pengetahuan kedalam pergulatan kehidupan sehari-hari??
stop...!
jangan menafsirkan ulasan saya ini sebagai sebuah sikap anti-sekolah. sama sekali tidak. saya bukanlah Ivan Illich yang menganjurkan masyarakat bebas sekolah. meskipun gagasan Illich ini pun tak salah menurut saya, karena gagasannya itu adalah menentang monopoli 'tahu' oleh sekolah, bukan membubarkan sekolah. yang saya jabarkan adalah monopoli pengetahuan yang menggunakan cara-cara membelenggu pemikiran dan tak memberi ruang anak-anak kita untuk bertanya. saya masih berharap sekolah kembali menjadi 'schole'.
ketika monopoli pengetahuan dikuasai oleh sekolah, itu sama saja menumpulkan ketajaman pikiran kita, tak akan ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pergulatan hidup, semua hanya mengekor kata orang pandai.
sekolah dalam bahasa Yunani adalah schole yang berarti waktu senggang untuk bermain. tapi lihatlah anak sekarang, dan coba tanyai mereka, pasti rata-rata merasa bahwa sekolah adalah beban!!!
ini tak baik bagi ilmu pengetahuan.
bagaimana sebuah ilmu akan dipahami dengan baik bila ketakutan adalah pondasinya...???
saya kadang bertanya-tanya tentang peraturan-peraturan yang mengikat sekolah-sekolah tentang ujian ini itu: "ini sekolah atau penjara sih? sampai-sampai anak jadi histeris kala dinyatakan tak lulus ujian dan tak dapat ijasah". padahal yang tak lulus itu belum tentu tak paham. hanya saja jawabannya berbeda dari yang telah ditentukan!!
betul.....??
belum lagi aturan-aturan yang ada dalam sekolah itu sendiri yang membelenggu anak-anak yang hakekatnya berjiwa merdeka, menjadi terkekang. padahal untuk memperoleh pengetahuan dibutuhkan kemerdekaan jiwa.
sungguh ironis banyak orang memperjuangkan kemerdekaan berpikir, tapi hanya sedikit sekali memperjuangkan dan berusaha untuk berpikir merdeka!. padahal antara kemerdekaan berpikir dengan berpikir merdeka, tidak berjalan seiring dan malah sering bertabrakan. Berpikir merdeka menuntut KEBERANIAN untuk bergulat, mempertanyakan dan berpikir sendiri, tidak sekadar tunduk dan patuh pada otoritas apapun. berpikir merdeka hanya daapt lahir dari jiwa-jiwa yang juga merdeka, yang BERANI menjelajahi sendiri seluruh kekayaan hidup ini dan mengolahnya.
Finally,,,,
Al haqqu min rabbika fala takunanna min al mumtarin
In uridhu ilal ishlaha wama taufiqi ila billah
Wallahu a’alam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar